Gibran dan Kaesang

Kastara.ID, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat bola panas dengan dilaporkannya Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangareb atas dugaan tindak pidana korupsi dan atau pencucian uang oleh dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun.

“KPK akan diuji independensi dalam penanganan dugaan korupsi. Netralitas KPK sebagai lembaga khusus pemberantasan korupsi akan terlihat dalam penanganan kasus dugaan korupsi Gibran dan Kaesang,” ungkap M Jamiluddin Ritonga, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta, kepada Kastara.ID, Selasa (11/1) siang.

Menurut pengamat yang biasa disapa Jamil ini, tanpa netralitas, KPK akan sulit dalam membongkar kasus dugaan korupsi tersebut. Hal itu dengan sendiri akan mengusik rasa keadilan di tengah masyarakat.

“KPK seyogyanya melihat kasus tersebut semata dari sudut hukum. Dengan begitu, penyidik KPK dapat bekerja tanpa adanya tekanan sehingga kasus tersebut dapat dibongkar semata dari kacamata hukum tindak pidana korupsi,” jelas Jamil.

Jadi, kasus ini seharusnya tidak di bawah ke ranah politik. Sebab, bila dilihat dari pelapornya, Ubedilah Badrun, tulen akademisi sehingga nuansa politik jauh dari benaknya saat melaporkan kasus tersebut.

Sebagai akademisi, Ubedilah tampaknya jauh dari pemikiran politik praktis. Dia melaporkan kasus tersebut terkesan hanya untuk mencari keadilan.

“Meski begitu, Gibran dan Kaesang tentu punya hak untuk melaporkan balik pelapor atas pencemaran nama baik. Sebab, hal itu sudah menjadi hak setiap warga negara,” imbuh Jamil yang juga mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta ini.

Namun demikian, Gibran dan Kaesang sebaiknya tidak melakukan hal itu. Biarkan saja proses hukum berjalan agar hukum menjadi panglima di negeri tercinta.

“Gibran dan Kaesang juga akan menjadi contoh bahwa hukum tidak perlu mengandalkan kekuatan, apalagi kekuasaan. Dua putera Presiden Joko Widodo ini akan dikenang sosok yang membiarkan hukum bekerja sesuai koridor demokrasi,” pungkasnya. (dwi)