Pinjol Ilegal

Kastara.ID, Jakarta — Kehadiran industri fintech yang menawarkan produk keuangan berbasis digital membuka pintu baru kepada berbagai lapisan masyarakat dalam mengajukan pinjaman yang sebelumnya didominasi layanan pinjaman konvensional (bank dan koperasi).

Sejatinya, berbagai produk pinjaman peer to peer lending (P2P Lending) atau pinjaman online (pinjol) yang memang didesain mudah dan tanpa persyaratan yang rumit, diharapkan menjadi pembiayaan kompetitif bagi pelaku usaha dan mendorong inklusi keuangan. Namun dalam perkembangannya pinjol malah mendapat sorotan tajam dari masyarakat.

Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan, pinjol menjadi sangat populer di kalangan generasi milenial bahkan generasi Z karena kemudahan dan kecepatan yang ditawarkan. Namun sejak awal muncul hingga berkembang saat ini, pinjol terus dirundung berbagai permasalahan yang kompleks. Mulai dari masih banyak masyarakat yang memanfaatkan pinjol dengan tidak bijak misalnya untuk gaya hidup, biaya layanan dan biaya denda keterlambatan serta denda lainnya yang dinilai sangat memberatkan peminjam, masih ada proses penagihan yang dinilai tidak sesuai etika serta masih terdapat penyelenggara pinjol yang kurang modal atau belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum tahap pertama sebesar Rp 2,5 miliar.

“Harus ada pembenahan menyeluruh soal pinjol ini mengingat terus dirundung berbagai persoalan dan semakin menjadi sorotan tajam masyarakat. Regulasi soal pinjol ini harus dibuat lebih ketat terutama terkait pengaturan tingkat bunga maksimum yang dapat dikenakan oleh perusahaan pinjol, menetapkan izin operasi yang ketat, dan memastikan praktik pemberian pinjaman yang adil. Pengetatan regulasi ini diiringi oleh penegakan hukum yang lebih kuat lagi bagi siapa saja yang melanggar regulasi,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (10/10).

Menurut Fahira Idris, hal penting lain yang perlu mendapat perhatian Pemerintah dari fenomena popularitas pinjol yang kini semakin gandrung dimanfaatkan oleh masyarakat berbagai kalangan adalah kampanye kesadaran pentingnya literasi keuangan. Sangat penting memenuhi diskursus publik untuk menginformasikan berbagai risiko jika masyarakat tidak bijak memanfaatkan pinjaman akan berpotensi terjebak jeratan utang yang terlalu berat hingga tak mampu membayar cicilannya.

“Jika melihat situasi saat ini, hemat saya perlu dipertimbangan membangun sebuah database para peminjam agar Pemerintah atau Badan yang ditunjuk bisa mengawasi dan memberi warning kepada peminjam yang dinilai sudah berlebihan dalam melakukan pinjaman di platform pinjol,” pungkas Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta ini. (dwi)