Kastara.id, Jakarta – Komite I DPD RI melihat implementasi Otonomi Khusus (Otsus) di Aceh, Papua, dan Papua Barat belum maksimal. Hal tersebut terungkap dalam RDP Komite I yang dipimpin Fachrul Razi dan Jacob Esau Komigi dengan mantan Dirjen Otonomi Daerah 2010-2014 Jhohermansyah Johan dan peneliti dari LIPI Siti Zuhro. RDP berlangsung di ruang Rapat Komite I DPD RI, Senayan, Jakarta. Rabu, 12 September 2018.

Menurut Senator Aceh Fachrul Razi, saat ini Otsus sudah berjalan cukup lama 10 tahun di Aceh dan akan berakhir pada 2027, 17 tahun Papua dan masa habis tahun 2021. Papua Barat mulai dari 2008. Akan tetapi, kemajuan di daerah tersebut masih dirasa kurang.

“Evaluasi terhadap otsus di tiga provinsi tersebut, temuan kita salah satunya di Papua belum sepenuhnya ada Perdasus dan Perdasi yang mengakomodasi Otsus tersebut. Kemudian masalah kemiskinan, kesenjangan ekonomi, hubungan relasi pusat daerah, sosial dan politik, keamanan menjadi perhatian khusus,” ujarnya.

Selain itu, Komite I belum melihat adanya blueprint implimentasi dari otsus tersebut. Temuan lain adalah kapasitas kelembagaan lokal dan kemampuan penyerapan anggaran daerah Otsus masih rendah. Begitu pula terjadinya tarik-menarik kewenangan.

“Berkait produk hasil perda yang berkaitan Otsus masih lemah dan tidak lebih dari 50%, ini tidak sesuai ekspektasi, Terlebih lagi para elit lokal masih kental dengan peran yang berpikir jangka pendek, bukan berpikiran jangka panjang terhadap kesejahteraan daerah,” lanjutnya.

Menurut peneliti senior dari LIPI Siti Zuhro, sangat perlu adanya pengawasan terintegrasi antara Kemendagri, BPK, BPKP, Inspektorat dalam melakukan pengawasan terpadu penggunaan dana Otsus. Selama ini pengelolaan anggaran Otsus tidak cukup komprehensif dipahami, dan filosofi masih kurang. Selain itu kurang pengawasan dan menjadi kurang berdampak.

“Daerah bisa membentuk satgas baik Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) di Aceh ataupun Majelis Rakyat papua (MRP) diberikan keleluasan dalam pengawasan. Pengawasan harus terintegrasi antara Kemendagri, BPK, BPKP, Inspektorat dalam penggunaan dana Otsus agar tepat sasaran dan berdampak, karena melihat sekarang ini sepertinya masih kecil dampak yang dihasilkan dari Dana Otsus tersebut,” ungkap Siti.

Senada, mantan Dirjen OTDA 2010-2014 Djohermansyah Djohan menyatakan bahwa beberapa poin adanya Otsus di bidang politik ekonomi sosial bidaya fiskal dan administrasi yang diberikan pemerintah pusat pada daerah tertentu adalah bertujuan merangkul karena ada gejolak, untuk menaikkan status ekonomi.

“Otsus harus mensejahterakan daerah, dana yang bergulir begitu besar sehingga perlu adanya pengawasan. Pengawasan tak boleh lemah karena kewenangan yang besar yang dimiliki oleh daerah jangan sampai lepas kontrol,” tegas Djohan. (danu)