CBU

Kastara.ID, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan, beberapa keuntungan penyederhanaan aturan ekspor kendaraan bermotor dalam keadaan utuh (Completely Built Up/CBU) Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-01/BC/2019 tentang Tata Laksana Ekspor Kendaraan Bermotor dalam Bentuk Jadi.

Hal ini disampaikannya dalam Launching Simplifikasi Ekspor Kendaraan Bermotor dalam Bentuk Jadi (CBU) di PT Indonesia Kendaraan Terminal, Jakarta, Rabu (13/2).

Dalam aturan baru tersebut, Pemerintah berupaya mendorong percepatan proses ekspor dengan memberikan tiga kemudahan. Pertama, ekspor kendaraan bermotor CBU dapat dimasukkan ke Kawasan Pabean tempat pemuatan sebelum pengajuan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Kedua, pemasukan ke Kawasan Pabean tidak memerlukan Nota Pelayanan Ekspor (NPE). Terakhir, pembetulan jumlah dan jenis barang paling lambat dilakukan tiga hari sejak tanggal keberangkatan kapal.

Selain itu, penyederhanaan aturan tersebut akan mempermudah proses dengan mengintegrasikan data yang masuk pada in-house system Indonesia Kendaraan Terminal dan sistem DJBC untuk kemudian dilakukan barcode scanning terhadap vehicle identification number (VIN) setiap kendaraan bermotor yang akan diekspor.

Proses ini diharapkan dapat meningkatkan keuntungan kompetitif dalam bentuk pertama, akurasi data lebih terjamin sebab proses bisnis dilakukan secara otomatis melalui integrasi data antara perusahaan, tempat penimbunan sementara (TPS), dan DJBC.

Kedua, efisiensi penumpukan di gudang eksportir sehingga inventory level rendah dan gudang eksportir dapat dimanfaatkan untuk penumpukan kendaraan CBU hasil peningkatan kapasitas produksi.

Ketiga, dapat memaksimalkan jangka waktu penumpukan di Gudang TPS selama tujuh hari karena proses pengelompokan dan final quality control sebelum pengajuan PEB dapat dilakukan di TPS.

Keempat, menurunkan biaya truk karena jumlah truk berkurang dan mitra logistik tidak perlu investasi truk dalam jumlah banyak. Selain itu, pemakaian truk menjadi lebih efisien dan maksimal karena digunakan setiap hari dan merata jumlah ritasenya.

Tambahan keuntungan kompetitif tersebut diharapkan semakin berdampak positif pada kepercayaan prinsipal agar Indonesia menjadi negara produsen kendaraan terbesar di Asia Tenggara dan 12 besar dunia yang menjadi basis ekspor kendaraan ke seluruh dunia.

Selain itu, penyederhanaan aturan ini dapat menurunkan tingkat stok rata-rata sebesar 36 persen dari 1.900 unit/bulan menjadi 1.200 unit/bulan, menurunkan kebutuhan truk untuk transportasi sebesar 19 persen per tahun dari 26 unit menjadi 21 unit serta menurunkan biaya logistik hingga 10 persen yang terdiri atas biaya tenaga kerja, biaya angkut truk serta bahan baku langsung dan tidak langsung.

Mekanisme ekspor baru ini membuat biaya logistik penyimpanan dan handling akan turun menjadi sebesar Rp 600 ribu/unit dan biaya truk menjadi sebesar Rp 150 ribu/unit. Total efisiensi biaya yang diperoleh lima eksportir terbesar kendaraan CBU mencapai Rp 314,4 miliar/tahun.

“Saya berharap DJBC akan terus meneliti seluruh aspek untuk mendorong ekspor dan melihat seluruh Undang-Undang dan policy yang kita miliki agar kita makin efisien dalam melayani pelaku usaha maupun peningkatan daya kompetisi dalam rangka mendorong ekspor lebih tinggi. Kita juga akan melakukan policy belanja untuk kementerian lain. Semuanya dalam rangka mendukung strategi Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan untuk membuat perekonomian kita kompetitif dan sehat,” harap Menkeu.

Sebagai informasi, tren ekspor dan impor kendaraan bermotor Indonesia menunjukkan angka yang membaik dalam lima tahun terakhir. Pada 2014, ekspor tercatat sebesar 51,57 persen dan impor sebesar 48,43 persen. Pada 2015, ekspor mencapai 55,40 persen dan impor sebesar 44,60 persen. Selanjutnya, pada 2016 ekspor sebesar 61,40 persen dan impor sebesar 38,60 persen. Pada 2017, ekspor tercatat sebesar 53,16 persen dan impor sebesar 46,84 persen. Pada 2018, ekspor tercatat mencapai 63,56 persen dan impor sebesar 36,44 persen. (mar/sla)