Haji

Kastara.id, Jakarta – Inspektur Jenderal Kementerian Agama M Nur Kholis Setiawan meminta pengawas haji asal Kemenag fokus melihat praktik ibadah yang dilakukan jemaah haji Indonesia. Ini disampaikan Nur Kholis saat memberikan materi pada Pembekalan Pengawas Ibadah Haji Khusus yang dilaksanakan Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag RI, di Jakarta (13/7).

Menurut Nur Kholis, saat ini  banyak institusi yang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan ibadah haji. Mulai dari Badan Pusat Statistik (BPS), lembaga legislatif, Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI), hingga lembaga audit seperti Badan Pemeriksa Keuangan. Bahkan, institusi internal Kemenag yang ia pimpin, Inspektorat Jenderal, juga menurunkan tim auditor untuk mengawasi pelaksanaan ibadah haji.

Institusi-institusi ini menurut Nur Kholis memiliki kesamaan, yaitu lebih banyak menyoroti tentang sarana dan prasarana yang diperoleh jemaah saat melaksanakan ibadah haji. Padahal, Nur Kholis menjelaskan bahwa untuk melaksanakan ibadah haji, jemaah juga perlu mendapatkan pengetahuan untuk dapat menjalankan sesuai syariat. Oleh karena itu, Nur Kholis merasa perlu untuk mengubah sudut pandang pengawas haji Kemenag agar tidak terfokus hanya pada pengawasan fisik sarana prasarana saja.

“Sudah saatnya kita melihat praktik jemaah haji kita. Lihat unsur ibadah mahdhah (substansi), bukan pada al wasail (sarana mencapai tujuan) saja,” kata Nur Kholis.

Nur Kholis menambahkan, pengawasan terhadap praktik ibadah haji jemaah ini diperlukan karena Kemenag memiliki tanggung jawab memastikan bahwa jemaah mengetahui tata cara ibadah haji. “Kalau ternyata ditemukan pelaksanaannya tidak sesuai dengan rukun haji misalnya, maka akan ada rekomendasi pembinaan ibadah haji. Pembinaan adalah salah satu hak jemaah. Ini yang masih jarang dilihat oleh lembaga pengawas lainnya,” kata Nur Kholis.

Ia pun bercerita, pengawasan praktik ibadah ini menjadi penting karena di lapangan kerap ditemukan jemaah yang melaksanakan haji tapi tidak sesuai dengan tata cara ibadah haji. “Auditor saya pernah menemukan jemaah yang dalam kondisi berihram tapi dia masih mengenakan celana. Ini kan lack of knowledge,” kata Nur Kholish.

Di kesempatan lain, ia sendiri menemukan ada jemaah yang melaksanakan thawaf berjalan mundur. Setelah ditanya, ternyata jemaah tersebut merasa kelebihan menghitung putaran thawafnya. Karena takut tidak sah bila dia kelebihan thawaf menjadi delapan putaran, maka jemaah tersebut berjalan mundur. “Padahal posisi jemaah itu sudah sampai hijr ismail. Dia jalan mundur, ini kan membahayakan. Lagi-lagi, lack of knowledge,” imbuh Nur Kholish.

Sebelumnya, pada kegiatan yang sama, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Nizar Ali juga menyoroti hal senada. Nizar meminta tim pengawas untuk memperhatikan masalah pembimbing ibadah haji. Khusus kepada haji khusus, Nizar meminta tim pengawas melihat pembimbing ibadah haji yang disediakan PIHK. Nizar berharap PIHK menyediakan pembimbing ibadah haji yang bersertifikat. Ini untuk memberikan jaminan bahwa jemaah memperoleh kualitas bimbingan yang prima.

“Haji itu yang utama adalah keabsahan dalam ibadah. Jadi pembimbing ibadah haji merupakan hal penting,” kata Nizar, Kamis (12/7). (put)