Ganjar Pranowo

Oleh: Muhammad AS Hikam

ROMO Aloysius Budi Purnomo, Ketua Komisi Hubungan Antar Keagamaan dan Kepercayaan, Keuskupan Agung Semarang, mengomentari anggaran Rp 18 miliar untuk gelaran acara Apel Kebangsaan “‘Kita Merah Putih” besutan Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, begini:
“… menghamburkan dana sampai belasan miliar rupiah untuk satu acara setengah hari. Memang tidak sepantasnya”.

Ganjar Pranowo boleh saja berdalih macam-macam untuk membela diri dan kegiatannya. Tetapi jika seorang tokoh keagamaan seperti Romo Aloysius Budi Purnomo melontarkan kritik keras seperti itu, artinya lampu kuning sudah menyala. Lebih baik Ganjar Pranowo mendengar dan bertindak bijaksana.

Sehebat apapun sebuah apel kebangsaan digelar, ia tak semestinya sampai menimbulkan kecaman dan bibit ontran-ontran karena biaya yang dianggap terlalu boros.

Hasil yang diharapkan dari kegiatan itu pun akan terancam muspro alias sia-sia, karena belum apa-apa sudah menimbulkan reaksi negatif. Dan reaksi tersebut bukan datang dari politisi atau timses salah satu kubu, tetapi dari seorang tokoh rohaniwan!

Ganjar Pranowo mestinya menerapkan “unen-unen” Jawa, “empan papan duga prayoga.”, atau menempatkan perkara pada tempat yang tepat. Ganjar Pranowo juga mesti ingat istilah Jawa, “bener ning ora pener”, suatu tindakan yang bisa jadi benar tetapi tidak tepat dalam pelaksanaannya.

Gubernur Jateng itu tak perlu memakai model mercu suar untuk membangun citra yang gebyar. Lebih baik gunakanlah prinsip “sak madyo” sehingga kepemimpinannya bisa dirasakan oleh rakyat secara nyata dan sumrambah. Bukan hanya ingin dipandang gagah.

Saya sarujuk (setuju) dengan pandangan Romo Budi. (*)