Transjakarta

Kastara.ID, Jakarta — Berakhirnya PPKM yang ditandai peningkatan aktivitas masyarakat membuat kemacetan parah kembali melanda Jakarta belakangan ini. Terlepas peningkatan kemacetan ini salah satunya disebabkan oleh pembangunan infrastruktur jalan hingga infrastruktur transportasi publik, tetapi semua persoalan ini tidak lepas dari belum setaranya sistem dan pelayanan transportasi publik antara Jakarta dengan kota penyangganya yaitu Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek).

Anggota DPD RI Daerah Pemilihan DKI Jakarta Fahira Idris mengungkapkan, dengan populasi lebih dari 30 juta jiwa, Jabodetabek menjelma menjadi wilayah aglomerasi terbesar di dunia. Ketergantungan antarwilayah Jabodetabek yang sangat tinggi, menjadikan pergerakan orang di wilayah ini sangat besar. Sebelum pandemi, diperkirakan jumlah pergerakan di Jabodetabek mencapai 88,2 juta trip/hari yang terdiri dari pergerakan di dalam Jakarta sebesar 21,2 juta trip/hari, commuter 6,4 juta trip/hari dan pergerakan di dalam suburban 60,6 juta trip/hari.

Tingginya, pergerakan masyarakat di Jabodetabek ini menjadi persoalan serius dikarenakan tidak sampai 30 persen yang menggunakan transportasi umum atau lebih 70 persen memilih menggunakan kendaraan bermotor pribadi. Dampaknya, kemacetan di Jakarta pun semakin tinggi dan melahirkan berbagai dampak baru yaitu kerugian ekonomi dan pencemaran udara yang kesemuanya itu menurunkan kualitas dan produktivitas warga Jabodetabek.

“Kenapa lebih banyak memilih naik kendaraan bermotor pribadi saat beraktivitas ke Jakarta? Karena daerah penyangga (Bodetabek) belum mempunyai sistem dan layanan transportasi publik yang aman, nyaman, terjangkau, dan terintegrasi seperti Jakarta. Andai Bodetabek sudah memiliki sistem dan layanan transportasi yang setara dengan Jakarta, banyak masyarakat di wilayah ini akan berpindah naik transportasi umum terutama saat hendak beraktivitas di Jakarta karena lebih efektif dan efisien. Saat kendaraan bermotor pribadi berkurang masuk Jakarta, maka indeks kemacetan bisa turun,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (17/2).

Menurut Fahira, Pemerintah harus segera memberikan dukungan agar Bodetabek memiliki sistem dan layanan transportasi publik terintegrasi sebagai salah satu langkah strategis yang tidak hanya akan mengurai kemacetan di Jakarta tetapi juga mengurangi kemacetan di wilayah aglomerasi yang lain. Walaupun nanti ibukota akan pindah ke Kalimantan, kemacetan di Jakarta tidak akan berkurang signifikan mengingat Jakarta tetap menjadi pusat kegiatan ekonomi.

“Tingginya mobilitas di Jabodetabek, menjadikan transportasi umum sudah seperti kebutuhan dasar. Saran saya, khusus untuk aglomerasi seperti Jabodetabek, urusan perhubungan dalam hal ini transportasi umum menjadi urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar sehingga menjadi prioritas daerah. Saat ini, sesuai Undang-Undang Pemerintah Daerah, penyediaan transportasi umum hanya menjadi urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar. Konsekuensinya alokasi APBD untuk transportasi umum juga terbatas dan belum jadi prioritas sehingga menyulitkan daerah menghadirkan sistem dan layanan transportasi umum yang aman, nyaman, terjangkau, dan terintegrasi untuk warganya,” pungkas Fahira Idris. (dwi)