Jenazah Teroris

Kastara.id, Jakarta – Jenazah teroris jika dia Muslim maka harus dishalatkan. “Bagi orang hidup, ada kewajiban mengurus orang yang meninggal, yang beragama Islam dan hukumnya adalah fardlu kifayah,” ujar Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Zainut Tauhid Saadi di Jakarta, Sabtu (19/5).

Hukum fardhu kifayah merujuk pada istilah kewajiban kolektif yaitu jika amalan dilakukan mendapat pahala tapi jika tidak dilakukan maka seluruh orang di satu wilayah bermukim mendapatkan berdosa. Mengurus jenazah yang dimaksud meliputi memandikan, mengafani, menyalatkan, dan menguburkan.

“Masalahnya apakah seorang teroris yang meninggal akibat perbuatannya itu masih tetap dianggap sebagai orang beriman atau muslim? Hal ini perlu didudukkan masalahnya,” ujar Zainut.

Perbuatan terorisme, lanjut Zainut, memang haram hukumnya karena telah menimbulkan ketakutan, kecemasan, kerusakan dan bahkan kematian pihak lain. Perbuatan terorisme disebabkan karena salahnya seseorang dalam memahami ajaran agama. Sehingga seringkali mereka mengatasnamakan agama dalam setiap kali melakukan tindakannya.

Seorang teroris yang meninggal akibat perbuatannya tetap dihukum sebagai seorang muslim sepanjang dia masih menampakkan keislamannya. Namun dia masuk dalam kategori muslim yang berdosa besar (fasiq). “Mayatnya harus tetap diurus sebagaimana seorang muslim,” jelasnya.

Zainut pun mengajak umat untuk bisa memisahkan antara tindakan terorisme dengan hukum atau syariat tentang kewajiban mengurus jenazah seorang muslim.

“Kita semuanya sepakat untuk mengecam, menolak dan melawan perbuatan biadab tersebut. Tetapi terkait dengan hukum mengurus jenazah itu memang harus dilakukan karena hukumnya wajib kifayah,” tambahnya.

MUI, tambah Zainut, memberikan apresiasi kepada Polri yang sudah mengambil alih pengurusan jenazah pelaku teror, karena baik masyarakat maupun keluarganya menolak mengurus jenazah tersebut. (npm)