Kastara.ID, Jakarta – KPU sudah resmi mengumumkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming menjadi pemenang dalam kontestasi Pilpres 2024.

Meskipun masih ada celah bagi pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD untuk menggugat hasil tersebut ke MK, namun peluangnya untuk menang tampaknya sangat kecil. Ada dua penyebabnya.

Hal itu disampaikan Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jakarta, M Jamiluddin Ritonga, kepada Kastara.ID, Kamis (21/3).

“Pertama, MK selama ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Karena itu, MK kerap disebut mahkamah kalkulator,” ungkap Jamil.

Dengan pendekatan seperti itu tentu sangat sulit, bahkan impossible bagi pasangan Amin dan Ganjar-Mahfud untuk menunjukkan bukti kecurangan. Sebab, pasangan Anies-Imin harus bisa membuktikan selisih suaranya dengan Prabowo-Gibran yang hampir 46 juta. Sementara pasangan Ganjar-Mahfud harus bisa menunjukkan selisih suara dengan Prabowo-Gibran sekitar 69 juta.

“Besarnya selisih suara itu tentu sangat menyulitkan bagi dua pasangan capres itu untuk menunjukkan buktinya ke MK. Tanpa adanya bukti tersebut, MK dengan pendekatan kalkulator tampaknya akan menolak gugatan dua pasangan capres tersebut,” tandas pengamat yang juga mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini.

“Dua, upaya menggugat dengan tuduhan adanya kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), tampaknya juga akan ditolak MK. Sebab, pendekatan ini lebih ke kualitatif, yang tidak sejalan dengan pendekatan kuantitatif yang digunakan MK selama ini,” tandasnya.

Jadi, meskipun ada upaya menunjukkan pelanggaran TSM, maka peluangnya hanya pada wilayah terjadinya TSM. Kemungkinannya MK hanya memutuskan pemilihan ulang di wilayah yang terjadi pelanggaran TSM. Namun kemungkinan itu sangat kecil dan tidak akan menganulir hasil pilpres yang diumumkan KPU.

“Jadi, peluang untuk menganulir hasil pilpres 2024 tampaknya impossible. Pasangan Prabowo-Gibran tampaknya tinggal menunggu pelantikan pada 20 Oktober 2024,” pungkasnya. (dwi)