Johanes Bangun

Kastara.ID, Jakarta – Aparat Satuan Reskrim, Intelkam, dan Sabhara Polres Flores Timur serta Brimob Polda Nusa Tenggara Timur (NTT), berhasil mengamankan tujuh orang buntut dari konflik tanah antara warga dengan PT Rerolara Hokeng di Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, Rabu (20/11) kemarin pukul 17.00 Wita.

Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah NTT AKBP Johanes Bangun mengatakan, ketujuh orang tersebut yakni PPK (19), HL (20), LST (19), ABT (18), YDST (25), SN (34), dan HHS (21). Mereka ditetapkan sebagai tersangka perusakan rumah rohaniawan atau rumah dioses milik PT Rerolara Hokeng yang dihuni oleh Romo Nikolaus Lawe Saban selaku Direktur PT Rerolara Hokeng.

Selain melakukan perusakan rumah rohaniawan, kata Johanes, ketujuh orang tersangka bersama puluhan warga Kampung Suku Tukan, Desa Pululera, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, NTT, menyandera seorang anggota Polsek Wulanggitang, Bripka Damianus Hera berserta istrinya. Penyanderaan terjadi saat Bripka Damianus hendak mengantar istrinya mengajar di Sekolah Dasar Wulanggitang.

Aksi penyanderaan didasari adanya salah satu warganya, yaitu Josep Masan yang ditangkap oleh polisi. Josep Masan ditangkap polisi karena terbukti melakukan penodongan dan penyerangaan terhadap anggota Polres Flores Timur saat melakukan penyelidikan terkait perusakan rumah dioses milik PT Rerolara Hokeng.

Aksi perusakan dan penyanderaan yang dilakukan oleh warga Suku Tukan, pada dasarnya dipicu oleh pematokan pilar lokasi tanah Hak Guna Usaha (HGU) PT Rerolara Hokeng di Kecamatan Wulanggitang. Warga Suku Tukan telah meminta agar pematokan dan segala aktivitas di tanah HGU di PT Rerolara Hokeng dihentikan.

Kapolres Flores Timur AKBP Deny Abraham menjelaskan, warga Suku Tukan memprotes pemasangan patok untuk batas tanah HGU. Warga menolak karena selama ini belum ada penyelesaian oleh Pemerintah Daerah terkait tuntutan mereka atas tanah ulayat Suku Tukan yang menurut meraka berada di dalam areal HGU. (yan)