Divorce

Kastara.ID, Jakarta – Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berniat bercerai dengan istrinya tampaknya harus berpikir ulang. Pasalnya pemerintah telah membuat aturan bagi PNS yang akan bercerai. Aturan ini bukanlah sesautu yang baru. Pasalnya aturan tentang perceraian PNS diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS. Aturan yang selama ini dikenal dengan PP 10 itu selanjutya disempurnakan dan diperbaharui melalui PP Nomor 45 Tahun 1990.

Dalam PP 10/1983 disebutkan suami yang berstatur PNS jika bercerai tetap wajib menafkahi mantan istrinya. Dengan kata lain, mantan istri masih berhak menikmati gaji mantan suaminya. Pasal 8 ayat (1) PP 10/1983 menyebutkan, jika perceraian terjadi atas keinginan suami atau PNS pria maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk membiayai kehidupan bekas istri dan anak-anaknya.

Jika dari perkawinan tersebut tidak dikaruniai anak, PNS pria wajib menyerahkan setengah atau 50 persen gajinya kepada mantan istri. Kewajiban itu baru terhapus jika mantan istri sudah menikah lagi. Hal ini seperti diatur dalam Pasal 8 ayat (6) PP 10/1983.

Sedangkan PP 45/1990 mengatur kewajiban memberikan sebagian gaji untuk mantan istri tidak berlaku jika perceraian terjadi disebabkan beberapa hal, yakni istri melakukan perzinahan, istri melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap suami. Selain itu kewajiban juga terhapus jika perceraian terjadi karena istri menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan dan istri telah meninggalkan suami selama dua tahun berturut-turut tanpa izin suami dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.

Dalam PP 10/1983 diatur pula, pemberian gaji PNS kepada mantan istri tidak berlaku jika perceraian terjadi atas keinginan atau inisiatif pihak istri. Namun aturan tersebut direvisi dalam PP 45/1990. PNS pria tetap wajib memberikan gajinya untuk mantan istri meskipun perceraian terjadi atas keinginan pihak istri. Hal ini jika dengan alasan istri dimadu, suami melakukan perzinahan, dan suami melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap istri. Selain itu suami menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan dan suami telah meninggalkan istri selama dua tahun berturut-turut tanpa izin istri dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya. (ant)