Jamiluddin Ritonga

Kastara.ID, Jakarta – Gagasan munculnya koalisi partai Islam selayaknya disambut gembira. Sebab, di negara mayoritas Islam seyogyanya partai Islam dapat berperan besar di Indonesia.

Demikian diungkapkan Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga dalam keterangannya kepada Kastara.ID, Kamis (22/4) pagi.

Namun menurut pria yang kerap disapa Jamil ini, harapan itu memang tidak mudah. Sejarah membuktikan, partai Islam di Indonesia sulit bersatu. Partai Masyumi di era Orde Baru mengindikasikan hal itu.

“Untuk kondisi saat ini, koalisi PPP dan PKS tampaknya tak ada masalah. Selama ini hubungan kedua partai tersebut pada umumnya berjalan baik,” ungkap Jamil.

PBB memang antusias mendukung koalisi partai Islam. Namun, menurut Jamil, kemungkinan padunya Yusril Izha Mahendra dengan Muhaimin juga masih tanda tanya.

“Namun hubungan PKB dan PKS selama ini tampak tidak baik. Bahkan hubungan kedua partai ini ibarat air dan minyak yang sulit dipersatukan,” tandas penulis buku Riset Kehumasan ini.

Selain itu, PAN sudah menyatakan tidak tertarik ikut dalam koalisi tersebut. Padahal selama ini hubungan PAN dengan PKS dan PPP relatif baik.

Sementara Partai Ummat yang dimotori Amien Rais juga menyambut dingin gagasan koalisi partai Islam.

“Peta hubungan antar partai Islam tampak demikian. Kecenderungan ini memang membuat pesimis terbentuk koalisi partai Islam pada Pilpres 2024,” prediksi Jamil yang mantan Dekan FIKOM Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta ini.

Namun demikian, peluang terbentuknya koalisi partai Islam masih tetap terbuka selama PKB, PKS, dan PPP solid. Tentu soliditas tiga partai dapat terjaga kalau PKB tidak terlalu dominan, khususnya dalam menentukan calon presiden.

“Kalau Muhaimin tidak memaksakan diri mengajukan calon presiden, maka PKS kemungkinan akan rela berkoalisi. Sebab, PKS kelihatan lebih memilih mengusung Anies Baswedan pada Pilpres 2024,” kata pria yang mengajar Metode Penelitian Komunikasi ini.

Jadi, ada kemungkinan PKS dapat menerima kalau Muhaimin menjadi cawapres. Kalau pilihan ini diterima PKB, maka peluang koalisi Partai Islam masih terbuka.

“Hanya saja, kalau koalisi partai Islam hanya PKB, PKS, PPP, dan PBB, maka peluang Anies-Muhaimin untuk menang pada Pilpres 2024 tampaknya masih berat,” paparnya.

Kalkulasi itu didasari dari kemungkinan munculnya pasangan capres dan cawapres dari partai nasionalis yang elektabilitasnya lebih baik. Katakan muncul koalisi PDIP dan Gerindra, yang mengusung Prabowo-Ganjar atau Prabowo-Puan.

Semua itu sebaiknya harus diperhitungkan sebelum memastikan pasangan Anies-Muhaimin sebagai kandidat pada Pilpres 2024. Koalisi partai Islam sebaiknya menanggalkan ego partai dengan mencari pasangan Anies yang tangguh sehingga dapat bersaing dengan kompetitor dari partai nasionalis. “Untuk itu, kiranya Anies dapat dipasangkan dengan Sandiaga Uno atau Anies-Ridwan Kamil. Pasangan ini jauh lebih kompetitif pada Pilpres 2024,” pungkasnya. (jie)