Utang

Kastara.ID, Jakarta – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didik J Rachbini memprediksi bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal mewariskan utang Rp 10 ribu triliun pada akhir masa jabatannya nanti.

Utang tersebut dari dua sumber, pertama, utang pemerintah. Sedangkan kedua, utang BUMN. Untuk utang pemerintah, per Februari kemarin sudah tembus Rp 6.361 triliun. Sementara itu, utang BUMN tembus Rp 2.140 triliun per kuartal III 2020 lalu.

Utang perusahaan pelat merah itu terdiri dari utang BUMN non keuangan sebesar Rp 1.141 triliun dan BUMN keuangan Rp 999 triliun. Dengan demikian, total posisi utang pemerintah dan BUMN sebesar Rp 8.501 triliun.

“Ini belum selesai pemerintahannya, kalau sudah selesai diperkirakan menjadi Rp 10 ribu triliun utang di APBN,” ujarnya dalam diskusi bertajuk Kinerja BUMN dan Tumpukan Utang (24/3).

Ia mengatakan, tumpukan itu terjadi karena tren utang di masa pimpinan Jokowi bertambah sangat pesat. Pada masa akhir pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kata dia, utang pemerintah baru tercatat sebesar Rp 2.700 triliun dan utang BUMN Rp 500 triliun.

Menurutnya, total utang sebesar Rp 8.500 triliun itu belum memasukkan komponen utang swasta yang diprediksi tidak kalah besarnya. “Jadi, ini rezim utang yang kuat sekarang, saya sebutnya penguasa raja utang,” tuturnya.

Selain tumpukan utang, Didik juga menyoroti imbasnya kepada negara. Salah satu sorotan ia berikan pada utang perusahaan pelat merah. Menurutnya, kenaikan utang perusahaan pelat merah tidak sebanding dengan setoran mereka pada negara.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan yang dihimpun Indef, tercatat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas laba BUMN 10 terbesar mayoritas berasal dari PT BRI (Persero) Tbk yang diperkirakan sebesar Rp 11,8 triliun di 2020 lalu.

Lalu, PT Bank Mandiri (Persero)Tbk sebesar Rp 9,9 triliun, PT Pertamina (Persero) Rp 8,5 triliun, PT Telkom (Persero) Tbk Rp 8 triliun, dan PTBNI (Persero) Tbk Rp 2,3 triliun.

Di luar BUMN tersebut, setoran kepada negara di bawah Rp 1 triliun.

Belum lagi, sejumlah BUMN masih mendapatkan suntikan dana dari pemerintah. Misalnya, pembiayaan investasi pada 12 BUMN diprediksi mencapai Rp 31,5 triliun pada 2020 lalu. Sedangkan, dalam APBN 2021 pemerintah menganggarkan kenaikan pembiayaan investasi pada BUMN tersebut menjadi Rp 37,4 triliun.

“Sudah utang banyak, menyusu pada APBN, setoran kepada APBN sangat kecil, yang paling besar Rp 11 triliun dari BRI, sisanya cuma Rp 100 miliar-Rp 200 miliar, yang rugi banyak jadi beban negara. Jadi BUMN ini menjadi kelas berat sekarang,” katanya. (mar)