Wiranto

Kastara.id, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jenderal TNI (Purnawirawan) Wiranto, mengatakan,

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mengakibatkan perubahan pola penyebaran paham radikal dari kelompok teroris ISIS. Hal itu disampaikan oleh Menko Polhukam Wiranto dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (26/4), sekaligus menyampaikan saat dirinya menjadi pembicara pada KTT Keamanan Global di Sochi, Rusia (25/4).

“Sebelumnya pola penyebaran dilakukan secara terpusat melalui pertemuan tertutup dengan jumlah pengikut terbatas atau convergence, kini berubah yang kini menjadi lebih tersebar dan bervariasi dengan memanfaatkan media sosial, di antaranya Twitter, Telegram, Facebook, dan Whatsapp, atau disebut divergence,” ujar Wiranto.

Mantan Panglima TNI ini memaparkan, para ekstrimis ISIS itu kini juga memodifikasi pola strategi dalam melancarkan serangan teror. Dalam melakukan serangannya, ISIS kerap beraksi sebagai satu organisasi. Namun, kini serangan-serangan tersebut muncul dalam unit yang lebih kecil, atau bahkan atas prakarsa sendiri yang dikenal sebagai lone wolf.

Strategi itu, sudah semakin sering dilakukan organisasi teror untuk mengamankan jaringan serta untuk meningkatkan taktik pola serangan mereka.

Wiranto menerangkan untuk melancarkan strategi penyerangannya, ISIS kini juga didukung oleh teknologi finansial modern, dimana transaksi finansial yang dilakukan oleh organisasi teror tersebut menjadi lebih canggih dan sulit dilacak. “Dengan perkembangan teknologi ini, kita semua harus lebih bersiap dengan memperkuat kerja sama yang berkelanjutan,” tutur dia.

Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta orang, 132 juta orang tercatat sebagai pengguna telepon pintar yang terhubung dengan internet, menjadikan Indonesia sebagai negara yang sangat mudah disusupi paham radikal. Selain itu, sebanyak 85 persen penduduk Indonesia merupakan muslim, hal ini memungkinkan bagi para teroris untuk melakukan propaganda.

Menghadapi kenyataan tersebut, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah dan tindakan, tidak hanya melalui langkah hukum atau hard approach, tetapi juga dengan pendekatan secara personal atau soft approach, misalnya menerapkan kebijakan untuk melakukan deradikalisasi melalui kontraradikalisasi, kontraopini, kontranarasi, serta kontraideologi kepada para mantan teroris atau eks napiter.

“Ada sekitar 600 eks narapidana terorisme yang mengikuti program deradikalisasi dan hanya tiga dari jumlah tersebut yang kembali melakukan aksi terorisme. Juga ada 124 eks napiter yang telah berubah menjadi agen perdamaian yang bertugas menyampaikan pesan damai kepada publik dan orang-orang yang rentan terkena virus radikalisasi,” jelas Wiranto.

Menurutnya, pemerintah juga terus berupaya mencegah aksi terorisme melalui dunia siber, dengan cara membentuk beberapa unit kerja untuk mengantisipasi berkembangnya rekruitmen lone wolf melalui teknologi siber.

Sementara, lanjutnya, Polisi secara khusus menangani kejahatan siber dan multimedia, sementara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah membentuk Pusat Media Damai.

Kepada para peserta konferensi, Wiranto menyampaikan, untuk melawan aksi terorisme, pemerintah juga harus segera mungkin mengambil langkah untuk menghancurkan atau melemahkan kapasitas finansial mereka. Pemerintah Indonesia telah melakukan langkah konkret dengan membuat mekanisme keuangan yang memenuhi standar internasional dalam melawan Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (Money Laundering and Terrorism Financial/ MLTF).

Indonesia juga telah mengikuti Mutual Evaluation Review yang oleh Kelompok Asia-Pasifik dalam pemeriksaan MLTF beberapa bulan lalu.

Wiranto juga mengajak seluruh peserta KTT untuk bersama-sama memperkuat upaya hukum, berbagi informasi dan data inteligen, serta mengontrol daerah perbatasan dan teknologi siber melalui berbagai mekanisme kerja sama internasional, agar aksi terorisme bisa diantisipasi.

“Untuk terus menghadapi tantangan ini, mari kita bersama-sama memperkuat upaya dalam mencegah dan membasmi terorisme dengan memperkuat kerja sama baik secara bilateral, regional, maupun internasional,” pungkasnya. (npm)