Utang

Kastara.ID, Jakarta – Kondisi utang pemerintah Indonesia yang semakin menumpuk menimbulkan kekhawatiran berbagai pihak. Utang yang mengalami peningkatan signifikan itu jika dibiarkan bakal berpotensi memicu krisis ekonomi. Hal itu diungkapkan Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik Junaedi Rachbini dalam keterangan tertulisnya (24/6).

Dalam pernyataannya, Didik menyebut kondisi utang yang makin menumpuk tidak bisa dibiarkan. Jika tidak, bisa-bisa di akhir masa kepemimpinannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal meninggalkan warisan utang mencapai Rp 10 kuadriliun. Angka yang sangat besar.

Sebagai informasi, 1 kuadriliun setara dengan 1.000 triliun. Sehingga Rp 10 kuadriliun sama dengan Rp 10.000 triliun atau Rp 10.000.000.000.000.000.

Didik merinci, saat ini utang pemerintah mencapai Rp 8.670 triliun. Terdiri dari utang untuk pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada akhir April 2021 sebanyak Rp 6.527 triliun. Ditambah utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekitar Rp 2.000 triliun jika terjadi gagal bayar atau default.

Didik menambahkan, keputusan terkait utang adalah kebijakan politik. Itulah sebabnya permasalahan defisit yang kian membesar bisa muncul akibat keputusan politik yang sembrono. Padahal menurut politisi PAN ini, presiden sebelumnya telah berusaha menjalankan politik anggaran dengan sangat hati-hati. Ia mencontohkan perubahan defisit dari 1 persen terhadap PDB menjadi 2 persen begitu susah dilakukan.

Anehnya menurut Didik, saat ini perubahan defisit dari 2 persen menjadi 6 persen begitu mudah dilakukan dengan dalih penanganan pandemi Covid-19. Menurut Didik, hal itu adalah kebijakan politik ekonomi yang salah.

Didik juga mengingatkan, beban utang yang semakin berat akan menimbulkan konsekuensi yang tidak bisa dianggap sepele. Salah satunya adalah kelumpuhan APBN yang berpotensi memicu krisis ekonomi lebih luas. Jika pada 1998 Indonesia mengalami krisis akibat nilai tukar rupiah, Didik menyebut saat ini permasalahan terjadi akibat beban berat APBN. Kondisi krisis menjadi makin parah akibat salah dalam menangani pandemi Covid-19 sejak awal.

Jika pandemi tidak segera diatasi dan Amerika Serikat (AS) jadi menaikkan suku bunga, dosen Program Magister Manajemen Universitas Indonesia (UI) memastikan posisi Indonesia akan semakin sulit. Pasalnya, suku bunga utang akan terdorong naik akibat bersaing dengan obligasi AS.

Di lain pihak, menurut Didik upaya pemerintah menaikkan pajak untuk membiayai APBN dan membayar utang saat ini tidak mungkin dilakukan lantaran ekonomi nasional sedang mengalami perlambatan. (mar)