Kualat

Oleh: Jaya Suprana

KATA “kualat” berasal dari bahasa Jawa yang kemudian diterima sebagai bahasa Indonesia.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna kata “kualat” adalah 1) mendapat bencana (karena berbuat kurang baik kepada orang tua dan sebagainya); kena tulah; 2) celaka ; terkutuk. Maka saya menggunakan kualatisme sebagai istilah bagi sesuatu paham terkait dengan kualat.

Kualitas
Akibat keterkaitan dengan kutukan maka dapat dikatakan kualatisme merupakan suatu bentuk kesadaran spiritual. Namun, sebagai seorang insan manusia yang meyakini agama mengajarkan kasih-sayang, saya kurang setuju perilaku mubadalah kualatisme alias kesalingan kutuk-mengutuk antara sesama manusia terhadap sesama manusia.

Sebagai insan manusia yang tidak membenarkan kekerasan, saya tidak setuju kutukan sebagai kekerasan spiritual yang dilakukan manusia terhadap manusia. Saya lebih setuju mubadalah kasih-sayang ketimbang kebencian.

Maka, saya tidak setuju anggapan bahwa bayi yang dilahirkan cacat merupakan bentuk dampak kualatisme akibat dosa orang tua sang anak. Andaikata orang tua sang anak memang berdosa, adalah tidak senonoh jika kita lalu menganggap bahwa sang bayi yang tidak berdosa harus memikul beban dosa sang orang tua.

Saya kurang setuju Ibunda Malin Kundang tega hati mengutuk Malin Kundang yang durhaka. Seharusnya Ibunda Malin Kundang mengampuni kedurhakaan anak kandungnya dan menyerahkan hukuman terhadap anak kandungnya kepada Allah Yang Maha Adil.

Kendali Ahlak
Kualatisme merupakan jenis tahayul berfungsi ganda. Bisa konstruktif, bisa destruktif. Saya pribadi tidak percaya tahayul namun meyakini kualatisme bisa berfungsi kontruktif sebagai alat untuk mengendalikan angkara murka bukan orang lain namun diri saya sendiri. Dikhawatirkan kualatisme yang kita timpakan pada orang lain malah potensial berdampak destruktif terhadap diri kita sendiri ibarat menepuk-air-di-dulang-terpercik-muka-sendiri atau menggali-lubang-untuk-kuburan-diri-sendiri.

Kualatisme lebih konstruktif apabila didayagunakan sebagai senjata ampuh-mandraguna pengejawatahan Jihad al-Nafs demi menaklukkan angkara murka hawa nafsu bukan orang lain namun diri sendiri.

Kualatisme layak menjadi kendali akhlak penguasa agar tidak sewenang-wenang menindas rakyat. Kualatisme layak menjadi kendali akhlak politisi agar jangan ingkar janji yang mereka obral di masa kampanye pemilu. Kualatisme layak menjadi kendali akhlak mereka yang menghadapi godaan melakukan korupsi. Kualatisme layak menjadi kendali akhlak setiap insan manusia agar jangan lupa daratan sehingga takabur melanggar hukum, etika dan moral demi memuaskan angkara murka syahwat kerakusan atas harta-benda, jabatan serta kekuasaan. (*)

* Penulis adalah pembelajar kualatisme sebagai kendali akhlak diri sendiri.