Kampanye

Kastara.ID, Jakarta – Kampanye Trump dikritik oleh sejumlah politikus Partai Republik, karena masih menggunakan taktik pertentangan budaya dan gaya bahasa yang menonjolkan supremasi dan merendahkan ras tertentu.

Reuters-Ipsos dan New York Times-Sienna College, yang memperlihatkan tingkat keterpilihan Trump lebih rendah dari pesaing terberat, Joe Biden, yang diusung Partai Demokrat.

Ketua Komisi Hukum Senat AS, Lindsey Graham, juga angkat bicara soal menurunnya pamor Trump menjelang pilpres AS 2020. Menurut dia, Trump bisa terpilih kembali jika kondisi ekonomi pada Oktober mendatang mencapai titik positif.

“Ini memang pekan yang buruk, dan secara mendasar kita harus memperbaiki taktik,” ujar Graham.

Senator Partai Republik asal South Carolina itu menambahkan, ini bukan hanya soal pertentangan kebudayaan, karena Demokrat keliru soal itu. “Namun, pada akhirnya, saya pikir penyampaian pesan yang lebih disiplin bakal membantu,” kata Graham.

Dia menyebut Covid-19 sebagai penyakit Kung Flu, karena disebut berasal dari China dan negara itu harus bertanggung jawab atas penyebaran virus tersebut. Lantas ketika Trump menyinggung soal demonstrasi antirasialisme Black Lives Matter, para pengunjung yang hadir menyoraki.

Trump juga menyatakan menolak keputusan sejumlah pemerintah daerah dan negara bagian yang memindahkan patung-patung tokoh pemberontak konfederasi yang mendukung perbudakan di masa lalu.

Menurut Senator Republik dari Texas, John Cornyn, Trump sebaiknya mengubah gaya kampanye untuk merebut hati basis massa dan pemilih mengambang. Namun, menurut dia, yang menjadi persoalan adalah Trump kerap keras kepala dan tetap menyampaikan pidato semaunya.

Sedangkan Senator Republik asal Indiana, Mike Braun, mengatakan tidak sepakat dengan pemilihan kata-kata dalam pidato Trump yang bisa menyulut sentimen rasial.

“Kata-kata seperti itu tidak bakal saya gunakan. Sepertinya ada sejumlah hal yang harus diubah,” kata Braun. (har)