Tri Rismaharini

Kastara.ID, Jakarta – Pilkada serentak akan digelar pada November 2024. Konsekuensinya, Pilkada 2022 dan 2023 ditiadakan sehingga terjadi kekosongan 271 kepala daerah definitif.

Hal itu terjadi, karena akan ada 101 daerah yang tidak melaksanakan pilkada 2022 dan 170 daerah pada tahun 2023. Dari jumlah tersebut ada 24 gubernur, 191 bupati, dan 56 wali kota yang habis masa jabatannya. Sesuai aturan mereka akan diganti oleh pelaksana tugas (PLT).

“Sungguh mengerikan bila ada 271 daerah yang dipimpin PLT. Jumlah ini tentu terbanyak selama Indonesia berdiri. Jokowi akan memegang rekor tertinggi sebagai presiden yang daerahnya dipimpin PLT,” ungkap M Jamiluddin Ritonga, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta kepada Kastara.ID, Senin (27/9).

Menurut Jamil, para PLT hanya akan melaksanakan tugas rutin. Mereka tidak berwenang mengambil keputusan atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran.

Jadi, kalau pilkada 2022 ditiadakan, maka akan ada 101 PLT di daerah yang selama dua tahun tidak boleh mengambil keputusan strategis. Sementara kalau pilkada 2023 ditiadakan, berarti ada 171 daerah yang dipimpin PLT dan dalam satu tahun daerah itu tidak boleh mengambil kebijakan strategis.

“Tentu sungguh sulit bagi daerah tersebut dalam dua tahun atau satu tahun tidak diperbolehkan mengambil kebijakan strategis. Apalagi kalau ada masalah krusial yang meminta segera diatasi, tentu para PLT tidak bisa berbuat apa-apa,” papar Jamil yang juga penulis buku Riset Kehumasan ini.

Kalau hal itu benar-benar terjadi, tentu rakyat di daerah itu yang akan menderita. Rakyat harus menunggu pemimpin daerah definitif, baru bisa diambil kebijakan strategis atas persoalan yang mereka hadapi.

Selain itu, pemerintah juga harus menyiapkan 271 PLT. Tentu ini bukan jumlah sedikit yang harus disiapkan Menteri Dalam Negeri.

“Masalahnya, apakah tersedia 271 PLT yang benar-benar mumpuni? Untuk ini tentu pemerintah tidak bisa terlalu pede seolah-olah memiliki stok yang cukup untuk memenuhi kebutuhan PLT pada tahun 2022 dan 2023,” imbuh mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta ini.

Kalau tidak cukup stok PLT yang mumpuni, tentu 271 daerah tersebut akan semakin menderita. PLT seadanya dan tidak dapat mengambil kebijakan strategis akan membuat daerah itu makin tertinggal dari daerah lain yang dipimpin kepala daerah definitif.

Semua itu tentu tidak diinginkan terjadi. Karena itu, harus dicarikan solusi agar 271 daerah itu nantinya tidak menghadapi krisis kepemimpinan, terutama dalam menghadapi pandemi covid-19.

“Kiranya pemerintah perlu mempertimbangkan memperpanjang masa jabatan 271 kepala daerah tersebut. Suka tidak suka mereka lebih legitimate daripada pejabat yang ditunjuk pemerintah,” jelas pengajar Isu dan Krisis Manajemen ini.

Pilihan itu diharapkan dapat menjaga kondusif daerah sehingga kelanjutan pembangunan dapat dijaga. “Dengan begitu, pemerintah sudah lebih mengutamakan kepentingan rakyat daripada kepentingan politik jangka pendek,” tandas Jamil. (dwi)