Headline

Beralasan, MUI Keluarkan Fatwa Golput Haram

Oleh: Al-Zastrouw

SOAL pemilu dalam hukum Islam tergolong  ijtihadi, yakni hukumnya tergantung kepada konteks dari peristiwanya. Bukan sesuatu yang qad’i atau sudah memiliki ketetapan hukum secara pasti (misalnya salat, puasa, zakat). Dalam hal-hal yang ijtihadi seperti ini berlaku kaidah fikih al hukmu yadurru ma’a illatihi wijudan wa adaman, maksudnya penerapan hukum suatu persoalan yang tidak memiliki hukum tetap (qath’i), tergantung pada alasan-alasannya atau reasoning conditional-nya.

Karena pemilu termasuk persoalan ijtihadi, maka hukumnya tergantung pada alasan kondisional di baliknya. Maka dia (pemilu) bisa halal, bisa haram, bisa makruh, bisa wajib. Seperti halnya orang menikah. Menikah hukumnya juga banyak, meskipun hukum asalnya itu boleh-boleh saja atau ja’iz, dijalani boleh, nggak juga tak mengapa. Tapi nikah bisa menjadi wajib pada kondisi tertentu untuk menghindari mudharat (perzinahan). Atau nikah bisa jadi haram bila dilakukan dengan tujuan untuk menyakiti orang, balas dendam, atau lainnya.

Pemilu juga sama seperti itu. Hukum asalnya, karena pemilu itu hak (warga negara) ya ja’iz atau boleh memilih, boleh tidak.

Tapi pada kondisi tertentu ikut pemilu bisa menjadi haram bila calon pemimpinnya orang-orang jahat dan bila terpilih akan menimbulkan bencana (madlarat). Namun bisa menjadi wajib untuk ikut pemilu karena pemilu bisa dianggap sebagai upaya memilih pemimpin (nasbul imam), supaya kondisi negeri tidak kacau.

Kalau MUI mengatakan pemilu wajib dan golput haram, artinya MUI punya pandangan pemilu bagian dari upaya memilih/menegakkan suatu kepemimpinan. Jika tak memilih dikhawatirkan akan menimbulkan kekacauan dan kevakuman kepemimpinan. Dari pandangan itu, pemilu jadi wajib dan golput jadi haram.

Kita tidak boleh berprasangka buruk atau su’udzon ada motif politik di balik fatwa MUI ini. Dalam Islam su’udzon dilarang. Dalilnya jelas.

MUI menerapkan hukum golput haram pakai argumen, ada reasoning-nya. Kaidah hukum (fiqh) seperti ini juga berlaku di seluruh dunia. Di manapun juga pandangan yang semadzhan akan sama. Di negeri yang bermazhab Syafii dan Sunni pandangan dan kaidah hukumnya di seluruh dunia sama. Demikian juga yang bermadzhab Syiah seperti di Iran yang menganggap urusan pemimpin termasuk rukun iman. Dalam madzhab ini hukum memilih pemimpin adalah wajib. Hukumnya sudah qad’i (berkekuatan hukum tetap), tidak ada ijtihadi lagi. (*)

*Dosen Pasca Sarjana UNUSIA, Penggiat seni tradisi dan budaya Nusantara

Leave a Comment

Recent Posts

Menjodohkan Anies-Ahok di Pilgub Jakarta?

Kastara.ID, Jakarta - Banyak tokoh nasional yang diwacanakan potensial maju pada Pilgub Jakarta 2024. Soal…

Meninjau Langsung Lokasi Banjir di RT 04 RW 08 Kelurahan/Kecamatan Cipayung

Kastara.Id,Depok - Pemerintah Kota (Pemkot) Depok berkomitmen untuk menyelesaikan persoalan banjir di Jembatan Kali Pesanggrahan…

Ahli Waris Kampung Bojong Malaka Gelar Silaturahmi dan Doa Bersama

  Kastara.Id,Depok - Ahli waris Kampung Bojong Malaka mengadakan halal bihalal dan doa bersama agar…

Nuroji : Gerindra Sudah Mengantongi Dua Nama Supian Suri dan Yeti Wulandari Untuk Walikota dan Wakilnya

Kastara.Id,Depok- Nuroji anggota DPR RI Fraksi Gerindra  terpilih kembali di Pileg 2024 menghadiri undangan acara…

Pemerintah Kota Depok Harus Ada BPR Untuk Peningkatan Ekonomi Daerah

Kastara.Id,Depok - Pemerintah Kota Depok, Jawa Barat akan membentuk Bank Perkreditan Rakyat atau BPR sebagai…

Paripurna DPRD Depok Dalam Rangka Memperingati HUT Depok ke-25

Kastara.Id,Depok- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok menggelar Rapat Paripurna dalam rangka memperingati HUT…