Kastara.ID, Jakarta — Tidak terasa Undang-Undang Nomor 12 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) akan berusia satu tahun sejak disahkan oleh DPR pada 12 April 2022 dan resmi diundangkan atau ditandatangani Presiden pada 9 Mei 2022. Salah satu tindak lanjut penting untuk menjaga efektivitas implementasi UU TPKS adalah penyelesaian berbagai aturan turunan baik itu Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden.

Anggota DPD RI yang juga aktivitas perempuan Fahira Idris mengungkapkan, saat ini UU TPKS menjadi salah satu tumpuan dari upaya besar Indonesia untuk mencegah dan menanggulangi fenomena gunung es kasus kekerasan seksual. Ini karena, selain komprehensif, UU TPKS memiliki berbagai terobosan antara lain perkara tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku anak. Selain itu, keunggulan UU TPKS yang dinilai efektif mencegah dan menanggulangi fenomena gunung es kasus kekerasan seksual adalah terdapat pengaturan hukum acara yang komprehensif mulai tahap penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dengan tetap memperhatikan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, kehormatan, dan tanpa intimidasi.

“Agar berbagai terobosan dan keunggulan Undang-Undang TPKS efektivitasnya dapat dirasakan dalam mencegah dan menanggulangi kasus kekerasan seksual di Indonesia yang sudah menjadi fenomena gunung es ini, penyelesaian aturan turunan, baik itu Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden perlu dipercepat. Aturan turunan UU TPKS ini untuk memastikan penegakan hukum terhadap pelaku berlangsung efektif dan efisien dan memastikan korban dan keluarganya mendapatkan hak-haknya. Aturan turunan UU TPKS juga menjadi penggerak bagi publik untuk  bergerak bersama mewujudkan kondisi lingkungan yang bebas dari kekerasan seksual,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, sebagaimana disampaikannya kepada Kastara.ID (27/3).

Menurut Anggota DPD Dapil DKI Jakarta ini, percepatan penyelesaian aturan turunan UU TPKS juga menjadi penting agar para pemangku kepentingan terkait baik Kementerian/Lembaga, institusi penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman), dan pemerintah daerah, bisa segera memanfaatkan berbagai terobosan dan keunggulan UU TPKS dalam menangani berbagai kasus kekerasan seksual. Aturan turunan juga penting agar para pemangku kepentingan bisa fokus merumuskan terobosan penanganan kasus kekerasan seksual misalnya seperti yang dilakukan Polri yaitu akan menjadikan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) menjadi direktorat tersendiri di Bareskrim Polri dan Polda.

“Jika semua aturan turunan UU TPKS rampung, semua pemangku kepentingan bisa fokus untuk meningkatkan kesiapan  dan  profesionalisme SDM masing-masing dalam penanganan, perlindungan, dan pemulihan hak korban serta pemahaman keberpihakan kepada korban. Ini karena, efektivitas implementasi UU TPKS bergantung pada kesiapan dan  profesionalisme para pemangku kepentingan terutama penegak hukum,” pungkas Fahira Idris. (dwi)