Sumpah Pemuda

Sumpah Pemuda

Kastara.ID, Jakarta – PDIP hampir dipastikan akan mengusung Puan Maharani pada Pilpres 2024.

Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga mengungkapkan, ada tiga indikasi yang menguatkan hal itu.

“Pertama, mesin partai banteng moncong putih sudah bergerak intensif. Mesin partai menggunakan jalur darat dan udara untuk meningkatkan elektabalitas Puan,” ungkap Jamil kepada Kastara.ID, Senin (29/8) pagi.

Bahkan melalui serangan udara, mesin partainya mengusung jargon perempuan akan kembali memimpin. Jargon ini tampaknya akan digunakan hingga kontestasi mendatang.

“Dua, Puan dipercaya oleh partainya untuk melobbi petinggi partai. Hal itu sudah mulai dilakukannya dengan mengunjungi Nasdem Tower untuk menemui Surya Paloh,” imbuh Jamil.

Pertemuan itu, dilihat dari publikasi, tampaknya sukses. Semua media tampaknya tertuju pada pertemuan tersebut dan mendapat liputan yang positif.

“Tiga, Puan juga dipercaya untuk konsolidasi ke daerah. Tugas ini tampaknya sengaja diberikan untuk melihat reaksi dari internal partai di daerah terhadap Puan,” tandas pengamat yang juga mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini.

Dari kunjungan Puan ke daerah tampak sambutan antusias dari internal partainya. Bahkan saat di Lampung, para srikandi PDIP tampak histeris menyambut Puan. Sambutan luar biasa juga mengemuka saat Puan berkunjung ke daerah lain.

Ketiga hal itu menjadi indikasi kuat bahwa Puan memang sedang dipersiapkan untuk menjadi Capres. PDIP tampaknya tidak memiliki calon lain untuk diusung pada Pilpres 2024.

Masalahnya, memang ada dua kendala untuk memuluskan Puan meang pada Pilpres 2024.

“Pertama, faktor perempuan akan menjadi kendala Puan terpilih pada Pilpres 2024. Sebab, sebagian masyarakat Indonesia masih menilai perempuan tidak layak menjadi pemimpin,” papar Jamil.

Memang sebagian masyarakat perkotaan sudah mulai banyak yang mengubah pandangannya tersebut. Namun masalahnya yang berpandangan seperti itu masih kuat di pedesaan. Jumlah mereka ini tampaknya masih lebih banyak daripada yang sudah mengubah pandangannya di kota.

“Dua, elektabilitas Puan hingga saat ini masih relatif rendah. Kesannya, elektabilitas Puan agak sulit untuk dikerek. Sebab, sudah berbagai upaya dilakukan namun elektbilitas Puan tetap belum terkerek,” jelasnya.

Meskipun harus diakui, karier politik Puan sebenarnya cukup baik. Puan pernah menjadi Ketua Fraksi, menteri, dan sekarang Ketua DPR RI.

Jadi, Puan sudah berkarier di eksekutif dan legislatif di level nasional. Kariernya itu seharusnya membuat Puan sudah matang untuk memimpin Indonesia.

Berbeda halnya dengan Ganjar Pranowo, karier politiknya tidak sehebat Puan. Ganjar hanya pernah menjadi Anggota DPR RI dan sekarang Gubernur Jawa Tengah dua periode.

Jadi, Puan memang lebih banyak memimpin di level nasional. Sementara Ganjar hanya pemimpin di daerah.

Hanya saja, meskipun lingkup yang dipimpin berbeda, namun keduanya sama-sama tidak menonjol saat memimpin. Belum ada prestasi kerja mereka yang monumental yang membuat masyarakat berdecak kagum. Capaian kerja mereka saat memimpin datar-datar saja.

“Jadi memang aneh, dengan kinerja yang biasa saja, namun mereka berbeda dalam elektabilitas. Elektabilitas Puan tetap jeblok, sementara elektabilitas Ganjar moncer,” katanya.

Perbedaan elektabilitas itu sampai saat ini memang masih sulit dirasionalkan. Mungkin lembaga survei yang dapat menjelaskannya. (dwi)