Kaatara.ID, Jakarta – Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki sumber daya kelautan dan perikanan yang melimpah dengan bonus demografi Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat menjadi kekuatan dalam menyongsong tercapainya Indonesia Emas 2045. Untuk itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mempersiapkan generasi muda untuk menjadi generasi emas di tahun 2045, termasuk di bidang riset sosial dan ekonomi kelautan dan perikanan.

“Kita harus mempersiapkan para generasi muda untuk menjadi generasi emas di tahun 2045. Generasi yang siap dan mumpuni untuk menyambut tantangan di dunia global, produktif, update terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mampu memanfaatkan potensinya untuk membangun bangsa dan negara,” ujar Plt. Kepala Badan Riset dan SDM Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP Kusdiantoro pada Seminar dan Dialog Nasional Riset dan Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan 2021, Selasa (29/9), yang mengusung tema Kontribusi Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Untuk Menyongsong Indonesia Emas 2045 Berbasis Berkelanjutan.

Visi Indonesia Emas 2045 diarahkan pada perwujudan Indonesia yang berdaulat, maju, adil dan makmur. Visi tersebut dapat dicapai melalui empat pilar pembangunan, yaitu pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, pembangunan ekonomi berkelanjutan, pemerataan pembangunan, serta pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola kepemerintahan.

Untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045, KKP memiliki tiga program terobosan yang menjadi prioritas untuk peningkatan kegiatan ekonomi dan devisa negara. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono tengah gencar mencanangkan ketiga program tersebut. Pertama, meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak dari subsektor perikanan tangkap untuk peningkatan kesejahteraan nelayan melalui perikanan tangkap terukur di setiap WPPNRI Kedua, menggerakkan perikanan budidaya terukur untuk peningkatan ekonomi masyarakat yang didukung oleh riset kelautan dan perikanan untuk keberlangsungan sumber daya laut dan perikanan darat. Ketiga, membangun kampung-kampung perikanan budidaya berbasis kearifan lokal di sejumlah daerah Indonesia.

Implementasi ketiga program tersebut dilakukan dengan pendekatan keberlanjutan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (SDKP) melalui penerapan ekonomi biru. Harapannya, SDKP mampu menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi, meningkatkan pendapatan masyarakat, membuka lapangan kerja dan memberikan peluang untuk bisnis ke depan.

Salah satu rumusan seminar dan dialog tersebut menyebutkan, SDKP memiliki peran strategis sebagai modal pembangunan (aspek ekonomi) dan sebagai penopang sistem kehidupan (aspek lingkungan). Perannya dalam aspek ekonomi sebagai sumber devisa, peningkatan kesejahteraan, penyerapan tenaga kerja dan peningkatan nilai tambah. Sedangkan perannya dalam aspek lingkungan disebutkan, pemanfaatan SDKP harus memperhatikan aspek keberlanjutan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Perlu adanya keseimbangan antara pemanfaatan SDKP dengan kemampuan daya dukungnya, sinergi antara aspek ekonomi dan lingkungan. Karena itu pengelolaan SDKP perlu dilakukan melalui “science-based policy and community-based implementation” dengan tetap memperhatikan lingkungan.

Dukungan data dan informasi yang akurat, riset/kajian yang memadai serta sarana dan prasarana dan SDM yang kompeten merupakan aspek penting yang harus dipenuhi dalam menghasilkan kebijakan yang berkualitas. Riset memegang peranan penting dalam menyinergikan pertimbangan ilmiah/hasil kajian dengan kebijakan pemerintah terkait pembangunan agar hasilnya optimal. Adopsi prinsip dan partisipasi para pihak dalam pencapaian sasaran sustainable development goals (SDGs) perlu dilakukan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, baik pemerintah, akademisi dan pasar, filantropi dan bisnis, serta organisasi masyarakat dan media.

Lebih lanjut, tren dunia mengarah pada penguatan ekonomi biru. Pembangunan kelautan dan perikanan perlu menghybridkan pendekatan ekonomi, ekologi, dan politik. Ketiga pendekatan yang terintegrasi ini mengimbangi arus derasnya kepentingan ekonomi. Bila berdasar sains semata maka akan terjadi ketidakadilan, sedangkan bila berdasar politik semata maka akan terjadi ketidakakuratan. Sebagai jalan tengah, pengembangan kelautan dan perikanan tidak berpihak pada user maupun sains semata, namun dimensi politik penting pula dicermati. Maka kompromi-kompromi juga harus dilakukan. Pembangunan kelautan dan perikanan secara berkelanjutan juga sangat membutuhkan dukungan IPTEK dan inovasi. Peran inovasi kelautan dan perikanan yaitu mendukung optimalisasi pemanfaatan, meningkatkan nilai tambah, mendukung konservasi biodiversitas, Meningkatkan nilai asset, dan mendukung terwujudnya ekonomi biru.

Sebagai rumusan terakhir disebutkan, dinamika kebijakan dan isu pembangunan kelautan dan perikanan telah terakomodasi dalam Rencana Strategis (Renstra) lembaga riset sosial dan ekonomi, namun sering tidak mudah diterapkan secara konsisten karena beberapa faktor, antara lain adanya revisi Renstra, isu-isu kontemporer yang perlu segera direspon, arahan kebijakan tertentu dalam periode berjalannya sebuah Renstra, dan pengetatan anggaran. Mekanisme ini sepertinya membutuhkan senjang waktu dan ketersediaan SDM untuk dapat merespon isu-isu pembangunan kelautan dan perikanan. Riset di perguruan tinggi dan lembaga swasta dalam kerangka terintegrasi dapat menjadi pembingkai dalam mengantisipasi tantangan tersebut. Strategi ke depan adalah menggalakkan kerja sama riset, Renstra yang inklusif, pengoptimalan data dari beberapa lembaga penyedia data yang terpercaya, menggalakkan komunikasi di antara saintis sosial dan ekonomi kelautan dan perikanan.

Sebagai informasi, Seminar dan Dialog Nasional Riset dan Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan 2021 diselenggarakan atas kerja sama BRSDM melalui Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBRSEKP) dengan Conservation and Strategic Fund (CSF) Indonesia, Indonesian Marine and Fisheries Socio Economics Research Network (IMFISERN), dan Universitas Kutai Kartanegara.

Bertindak sebagai narasumber antara lain Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Arifin Rudiyanto; Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria; serta Peneliti BBRSEKP Agus Heri Purnomo. Bertindak sebagai moderator adalah Sekretaris Jenderal IMFISERN Hertria Maharani Putri. (wepe)