Klausul ini disampaikan anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta, Prof Dailami Firdaus saat digelar uji publik inisiatif DPD RI di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat (29/5).

Ia mengatakan, klausul tentang Masyarakat Adat Betawi diakomodir dalam RUU perubahan ini sesuai amanah UUD 1945 pasal 18B ayat 2.

“Yang berbunyi, negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang,” tegas Dailami dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/5).

Ia menuturkan, setelah UU  Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara disahkan, ke depan kepentingan Betawi sebagai masyarakat inti Jakarta harus juga menjadi prioritas.

“Banyak hal yang akan menjadi konsen kaum Betawi di Jakarta, mulai dari sistem pemerintahan, pembagian keuangan daerah hingga bagaimana Majelis Adat Betawi menyatu sebagai satu kesatuan pemerintahan di Jakarta,” tuturnya.

Ia memaparkan, revisi UU Daerah Khusus Jakarta ini menyangkut nasib masyarakat betawi sebagai masyarakat inti Jakarta serta warga Jakarta pada umumnya.

Oleh karena itu, revisi UU hendaknya mengusung semangat disentralisasi asimentris dalam.memaksimalkan potensi politik, spsial, budaya dan ekonomi dalam menghadapi berbagai masalah Jakarta di masa mendatang dan melindungi kearifan lokal.

“Sehingga perlu dilakukan penyempurnaan lebih lanjut lagi dalam draft RUU tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007, Tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia,” paparnya.

Menurut Dailami, tiga poin krusial dalam RUU perubahan di antaranya keberadaan Majelis Adat Betawi yang merupakan representatif masyarakat Inti Jakarta yang harus dilibatkan dalam segala perumusan kebijakan di Jakarta.

Kedua, sistem pemerintahan pemilihan tetap harus dilakukan dengan memilih Gubernur dan Wakil Gubernur secara langsung dan melibatkan Majelis Adat Betawi.

“Serta ketiga, keuangan daerah. Selain Dana Bagi Hasil (DBH) yang selama ini diterima oleh DKI Jakarta dari pemerintah pusat perlu juga adanya dana alokasi khusus dalam rangka di peruntukan mempercepat pembangunan di Jakarta terutama untuk akses konektifitas di wilayah Kepulauan Jakarta atau Kabupaten Kepulauan Seribu,” paparnya.

Sementara tim ahli RUU, Prof Dr Djohermansyah Djohan menjelaskan, pasal 41 ayat 4 UU IKN No 3 tahun 2022 mengatur tentang Jakarta harus menjadi daerah khusus setelah tidak lagi menjadi ibu kota terutama soal Dana Alokasi Kekhususan.

“Dalam rangka mendukung kemampuan fiskal, Jakarta dapat menerima DAU minimal sebesar jumlah belanja pegawai berupa gaji pokok dan tunjangan,” jelasnya.

Ia menambahkan, pihaknya akan melakukan penyempurnaan seputar masukan yang disampaikan dari kegiatan uji publik sehingga target perubahan UU No 29 Tahun 2007 paling lambat dua tahun rampung sejak UU IKN No 3 Tahun 2022 ditetapkan.

“Kami bersama tim akan melakukan penyempurnaan terhadap RUU perubahan sehingga mampu mengakomodir masukan yang disampaikan dalam forum ini,” tandasnya.

Turut hadir dalam kegiatan Uji Sahih ini, Dr H Pangeran Syarif Abdurrahman Bahasyim (Wakil Ketua Komite I), sejumlah senator (DPD) dari sejumlah provinsi, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Tim ahli RUU Jakarta, perwakilan Pemprov DKI dan Banten serta Pemkot Bekasi. (hop)