Kastara.id, Jakarta – Hari ini Presiden Joko Widodo membacakan Pidato Kenegaraan dalam rangka HUT ke-71 Proklamasi Kemerdekaan di depan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI. Presiden mamaparkan berbagai tantangan yang dihadapi Indonesia dan menguraikan berbagai program, kebijakan, dan aksi pemerintah dalam meretas berbagai tantangan pembangunan, termasuk capaian yang sudah diraih.

Salah satu kebijakan, program, dan aksi yang Presiden sampaikan adalah menetapkan kejahatan terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa dan butuh penanganan yang luar biasa dan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau yang sering disebut dengan Perppu Kebiri.

“Tadi Presiden sudah menyinggung bahwa Pemerintah sudah menyatakan perang terhadap kekerasan kepada anak. Terobosan besar yang dilakukan Pemerintah adalah menerbitkan ‘Perppu Kebiri’ yang saat ini ada di DPR dan hingga saat ini belum juga disahkan. Mudah-mudahan, baik DPR maupun kementerian terkait peka, sehingga dalam waktu dekat, Perppu ini bisa disahkan menjadi undang-undang,” ujar Wakil Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris, usai mengikuti Pidato Presiden, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (16/8).

Fahira mengungkapkan, nanti ketika Perppu ini disahkan menjadi UU, tidak ada lagi ruang bagi hakim untuk menjatuhkan hukuman yang biasa-biasa saja terhadap predator anak, apalagi jika kekerasan dilakukan secara sadis, biadab, berulang-ulang, dan mengakibatkan kematian. Perppu ini memberikan ruang kepada hakim menghukum seberat-beratnya predator anak sehingga memberikan efek jera, tidak hanya kepada pelaku, tetapi kepada siapa saja orang dewasa yang punya niat melakukan kekerasan terhadap anak. Perppu ini akan membuat siapa saja berpikir dua kali untuk melakukan kejahatan terhadap anak.

“Perppu ini adalah jawaban untuk mengatasi kegentingan yang diakibatkan kekerasan seksual terhadap anak yang semakin meningkat signifikan akhir-akhir ini. Beratnya hukuman pidana hingga hukuman mati dalam Perppu ini akan sangat efektif mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak. Makanya mendesak disahkan. Jangan menunggu sampai kasus-kasus seperti YY terjadi lagi,” kata Senator Jakarta ini.

Menurut Fahira, saat ini yang masih menjadi ganjalan dalam Perppu ini adalah terkait eksekutor hukuman kebiri setelah IDI (Ikatan Dokter Indonesia) menolak melakukannya. Sementara hingga saat ini, pemerintah belum punya alternatif eksekutor lain.

“Saya berharap pemerintah menyampaikan alternatif eksekutor, misalnya penegak hukum yang juga dokter atau punya kemampuan kedokteran. Misalnya dokter polisi. Hukuman kebiri bukan sembarangan dilakukan. Hakimlah yang nanti melihat perlukah hukuman kebiri ini. Kalau hakim melihat orang ini paedofil, potensial paedofil, maka pelaku harus dikeberi agar tidak lagi memperkosa dan menginjak-inginjak hak asasi anak-anak kita,” ujar Fahira.

Selain menyinggung soal perlindungan anak pada pidato pertamanya di depan Sidang Tahunan MPR, Presiden juga mengapresiasi kinerja DPD RI dalam mendukung penyelesaian masalah kekerasan terhadap anak dan remaja. (npm)