PAUD Jakarta

Kastara.ID, Jakarta — Walau bukan sebuah kebijakan yang baru, tetapi penegasan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) bahwa tes baca, tulis, dan hitung atau calistung dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) jenjang sekolah dasar (SD) resmi dihapus, patut diapresiasi. Penegasan kembali soal penghapusan tes calistung ini untuk mengingatkan semua pemangku kepentingan bahwa kebijakan ini masih ada dan harus diimplementasikan dengan sungguh-sungguh.

Anggota DPD RI yang juga aktivis perlindungan anak Fahira Idris mengungkapkan, sejatinya, aturan soal penghapusan calistung sebagai syarat masuk SD sudah ada lebih dari satu dekade silam. Namun, dalam praktiknya masih terjadi perbedaan penafsiran dan miskonsepsi baik di satuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan SD serta di antara sebagian guru. Termasuk masih ada orang tua yang menginginkan anaknya sebelum masuk SD sudah bisa calistung.

Miskonsepsi ini, lanjut Fahira Idris, terus berlarut-larut saat tidak ada sanksi atau evaluasi bagi sekolah yang masih menjadikan tes calistung dalam seleksi masuk SD. Ketiadaan sanksi ini membuat sekolah termasuk dinas-dinas pendidikan di daerah menganggap tes calistung sebagai syarat masuk SD bukan menjadi sebuah persoalan. Padahal, peraturan penghapusan tes calistung dalam seleksi masuk SD penting diimplementasikan demi melindungi tumbuh kembang anak dan meningkatkan kualitas pendidikan nasional.

“Oleh karena itu, saya berharap semua kepala daerah memastikan tidak ada lagi sekolah yang menjadikan tes calistung dalam seleksi masuk SD di wilayahnya masing-masing. Artinya fungsi pengawasan dan ketegasan akan sanksi bagi yang melanggar harus dikuatkan,” ujar Fahira Idris dalam keterangan tertulisnya kepada Kastara.ID (31/3).

Selain menguatkan pengawasan PPDB SD tanpa tes calistung, yang penting juga ditegaskan terutama oleh dinas pendidikan di daerah-daerah kepada seluruh Satuan PAUD di wilayahnya, termasuk kepada orang tua murid adalah bahwa kurikulum PAUD fokus pada pengembangan keterampilan dasar mulai dari keterampilan sosial, keterampilan motorik, dan kreativitas. Calistung belum menjadi kewajiban di Satuan PAUD karena anak-anak sebagain besar belum memiliki kemampuan kognitif yang cukup matang untuk mempelajari calistung dengan efektif.

Menjelang tahun ajaran baru ini, dinas pendidikan di daerah-daerah diminta menyegarkan kembali pemahaman semua pihak bahwa terdapat dampak-dampak yang tidak baik kepada anak jika calistung dipaksakan atau diimplementasikan dengan cara yang tidak tepat di Satuan PAUD. Dampak tidak baik itu mulai dari membebani anak sehingga tidak senang ke sekolah, memperburuk kecemasan anak, menghambat perkembangan anak dalam aspek lain dan menimbulkan tekanan tersendiri bagi orang tua.

“Jadi, jangan anggap persoalan calistung ini hal yang biasa saja. Ini karena dampaknya tidak baik bagi tumbuh kembang anak kita. Anak usia PAUD itu tidak boleh terbebani dengan tugas-tugas karena berpotensi mengganggu perkembangan sosial anak akibat waktunya untuk bermain jadi berkurang.  Jika program calistung hanya fokus pada pembelajaran membaca, menulis, dan berhitung maka perkembangan anak dalam aspek lain seperti motorik kasar atau keterampilan sosial juga bisa terganggu. Ini harus menjadi perhatian dan kesadaran kita bersama,” pungkas Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta ini. (dwi)