Sawah

Kastara.ID, Jakarta – Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin menilai program cetak sawah baru tahun 2020 yang digaungkan Presiden RI Joko Widodo sebagai kebijakan yang anomali. Ia mengatakan, untuk tahun-tahun sebelumnya, program cetak sawah baru merupakan sebuah harapan untuk menggenjot produksi pangan yang terutama beras yang selalu impor sejak tahun 1969 hingga sekarang. Pada jaman pemerintahan Presiden Kedua RI Soeharto, hanya sekitar 10 tahunan impor beras dapat ditekan di bawah 1 juta ton.

Bahkan satu tahun sempat swasembada hingga ekspor 231 ribu ton sekitar tahun 1985 hingga 1986. “Saat ini, kebijakan program cetak sawah ini benar-benar anomali. Pertama, tidak mengingat sejarah, di mana Rp 1,6 triliun lenyap dari APBN akibat memaksakan lahan gambut dibuka untuk sawah yang tidak berefek sama sekali terhadap cadangan pangan nasional,” ungkap Akmal dalam rilisnya, Jumat (1/5).

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini melanjutkan, anggaran cetak sawah sebesar Rp 209,8 miliar pada postur anggaran tahun 2020, dipangkas menjadi Rp 10,8 miliar akibat penghematan, kini setelah refocussing menjadi Rp 0. “Percetakan sawah ini butuh waktu minimal 1 tahun. Itupun di luar proses pembangunan infrastruktur penunjang seperti irigasi dan jalan. Masa wabah Covid-19, cetak sawah belum proses tanam, keburu rakyat kelaparan akibat kekurangan pangan,” jelas Andi Akmal.

Legislator asal daerah pemilihan (dapil) Sulawesi Selatan II ini meminta kepada Pemerintah untuk dapat lebih bijak dalam menjalankan pemerintahan ini. Terlebih di masa wabah pandemi Covid-19, akan memperlihatkan kecakapan pemerintah dalam menjalankan pemerintahan dan mengatur sebuah negara yang sangat besar ini. Ia menyampaikan, pada evaluasi BPK, Pemerintah sudah mengakui bahwa masih ada sawah-sawah yang merupakan cetakan 2014-2019 itu belum termanfaatkan secara optimal.

Sehingga optimalisasi pemanfaatan sawah-sawah yang sudah dicetak periode 2014-2019 lebih baik dilakukan dari pada membuka lahan baru apalagi lahan gambut. “Pemerintah jangan membuat statement yang seperti mimpi saja. Mau bangun program anggarannya di-nol-kan. Terlalu naif,” tukas Andi Akmal lebih lanjut.

Akmal juga mengingatkan bahwa upaya mempercepat pencapaian surplus beras nasional 10 juta ton tahun sejak tahun 2014 belum signifikan mengurangi kegiatan impor Tanah Air. Bahkan sejak beberapa waktu terakhir ini tentara pun dilibatkan, yakni melalui kegiatan Tentara Mendukung Ketahanan Pangan (TMKP). Tapi tetap saja hingga kini belum terjadi perubahan terhadap stabilitas cadangan pangan nasional.

Ia menegaskan bahwa pernyataan pemerintah untuk membuat perencanaan cetak sawah di Kalimantan Tengah sekitar 900.000 hektar yang merupakan mayoritas tanah basah dan lahan gambut adalah ucapan ceplas-ceplos tanpa dasar. Dikatakannya, kepanikan akibat  peringatan Organisasi Pangan Dunia (FAO) tentang adanya potensi kelangkaan pangan dunia sebagai dampak panjang dari pandemi Covid-19 memang harus disikapi. Tapi penyikapan itu mesti dilakukan dengan kemampuan negarawan yang mumpuni.

“Saya meminta Pemerintah jangan mengambil langkah yang hanya menghamburkan uang negara. Penyelamatan rakyat Indonesia akibat Covid-19 ini memang perlu dilakukan terutama memenuhi kebutuhan pangan. Pikir ulang program cetak sawah di lahan gambut, yang ibarat menggarami lautan, kerja keras tapi tiada hasil,” tutup Andi Akmal yang juga Anggota Komisi IV DPR RI pada periode 2014-2019 ini. (rso)