“Berdasarkan tren data kasus mingguan tahun 2024, tercatat sudah terjadi peningkatan kasus jika dibandingkan pada minggu awal bulan Januari. Saat ini sudah masuk minggu ke-9, data kasus menunjukkan peningkatan yang tajam mulai minggu ke-5, yaitu di awal bulan Februari. Kami mengimbau warga waspada dan menerapkan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) 3M (Menguras, Menutup, Mendaur Ulang) Plus (kegiatan lain yang mencegah perkembangbiakan dan gigitan nyamuk Aedes aegypti),” ujar Ani, dalam Siaran Pers Pemprov DKI Jakarta (29/2).

Ani menjelaskan, data sebaran kasus DBD di wilayah DKI Jakarta, yakni Jakarta Pusat sebanyak 34 kasus, Jakarta Utara sebanyak 74 kasus, Jakarta Barat sebanyak 208 kasus, Jakarta Selatan sebanyak 145 kasus, Jakarta Timur sebanyak 161 kasus, dan Kepulauan Seribu sebanyak 5 kasus.

“Kami terus memantau perkembangan kasus DBD di setiap wilayah Jakarta. Sejauh ini, tidak tercatat kematian atas kasus tersebut,” tutur Ani.

Kemudian, Ani menyampaikan gejala yang dirasakan penderita apabila tertular DBD, yaitu ditandai dengan demam 2–7 hari yang disertai manifestasi pendarahan, penurunan trombosit (trombositopenia), adanya hemakonsentrasi yang ditandai kebocoran plasma (peningkatan hematokrit, asitesis, efusi pleura, hipoalbuminemia), serta beberapa gejala lainnya, seperti nyeri kepala, nyeri otot dan tulang, ruam kulit atau nyeri belakang bola mata.

“Tidak semua yang terinfeksi virus dengue akan menunjukkan manifestasi DBD berat. Ada yang hanya demam ringan yang akan sembuh dengan sendirinya atau bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala sakit (asimtomatik). Sebagian lagi menderita demam dengue saja yang tidak menimbulkan kebocoran plasma dan mengakibatkan kematian,” terangnya.

Ani menambahkan, kelembaban yang tinggi dan meningkatnya curah hujan, berpotensi meningkatkan vektor penular DBD, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Sehingga perlu adanya upaya pengendalian vektor DBD secara masif dengan melibatkan peran serta seluruh aspek masyarakat pada tujuh tatanan, yakni permukiman, perkantoran, institusi pendidikan, tempat-tempat umum, tempat pengelolaan makanan, fasilitas pelayanan kesehatan, dan fasilitas olahraga.

Ani pun telah menginstruksikan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan di Jakarta untuk dapat melakukan deteksi dini dan tata laksana kasus DBD sesuai standar, serta menyiapkan ketersediaan ruang rawat dan logistik untuk perawatan pasien.

“Seluruh fasilitas kesehatan di Jakarta siap melayani masyarakat jika tertular DBD,” ucapnya.

Adapun program Pengendalian Vektor DBD dilaksanakan dengan:

a. Melakukan peningkatan PSN 3M Plus.

b. Meningkatkan pemantauan jentik oleh juru pemantau jentik (jumantik) dengan menambahkan frekuensi pemantauan menjadi dua kali dalam seminggu.

c. Peningkatan peran jumantik cilik/jumantik sekolah dalam kegiatan PSN, baik di sekolah maupun tempat tinggalnya.

d. Pemutusan mata rantai penularan dengan fogging yang fokus pada kasus DBD dengan hasil penyelidikan epidemiologi (PE) positif.

e. Peningkatan kerja sama lintas sektoral, khususnya pengelola gedung pada tujuh tatanan (permukiman, perkantoran, institusi pendidikan, tempat-tempat umum, tempat pengelolaan makanan, fasilitas pelayanan kesehatan, dan fasilitas olahraga).

“Kami mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J) dan melaksanakan PSN 3M Plus di tempat tinggal masing-masing minimal seminggu sekali. Beberapa hal yang juga bisa dilakukan, yaitu menanam tanaman yang tidak disukai nyamuk (lavender, sereh, jeruk nipis dan lainnya), mengupayakan ventilasi dan pencahayaan yang cukup dalam ruangan, menghindari kebiasaan menggantung pakaian, serta memakai lotion antinyamuk yang dapat mencegah gigitan nyamuk,” tandasnya. (hop)