Destructive Fishing

Kastara.ID, Jakarta – Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan pada Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan – Kementerian Kelautan dan Perikanan berhasil merampungkan berkas penyidikan tindak pidana destructive fishing yang terjadi di Flores Timur. Kasus ini berawal dari hasil operasi TNI AL yang melakukan penangkapan terhadap pelaku pengeboman ikan pada 6 Desember 2019 di perairan Flores Timur.

”Kami mengapresiasi kinerja PPNS Perikanan pada Satwas SDKP Flores Timur di bawah koordinasi Mubarak, selaku Kepala Stasiun PSDKP Kupang yang sudah bekerja keras, sehingga berkas penyidikan kasus ini dinyatakan lengkap dan siap untuk proses hukum lebih lanjut. Perlu kami sampaikan bahwa perjalanan kasus ini cukup panjang dan destructive fishing ini memang menyita atensi publik,” ungkap Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Tb Haeru Rahayu.

Tb menjelaskan bahwa dalam kasus destructive fishing ini, tersangka ND diduga melakukan kegiatan penangkapan ikan menggunakan bom ikan di wilayah perairan Flores Timur. Tindakan ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 84 ayat 2 (jo) Pasal 8 ayat (2), Pasal 85 jo Pasal 9 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009.

”Ketentuan pidana terhadap kegiatan perikanan yang merusak ini sangat jelas dan tegas, karena memang dampak kerusakan yang diakibatkan oleh praktik pengeboman ini bukan hanya pada sumber daya ikan saja tetapi juga lingkungan dan habitat perairan laut,” jelas Tb.

Tb juga mempertegas bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki standing point yang jelas terkait upaya pemberantasan destructive fishing ini.

”Arahan Pak Menteri juga sangat jelas bahwa tidak ada toleransi untuk kegiatan penangkapan ikan dengan cara yang merusak atau destructive fishing ini,” tegas Tb.

Meskipun demikian, Tb juga mengakui bahwa pemberantasan destructive fishing ini memang tak mudah, khususnya terkait indikasi bahwa destructive fishing ini dilakukan secara terorganisir mulai dari penyuplai bahan baku untuk merakit bom ikan sampai dengan penampung hasil tangkapan.

”Memang ini butuh pendekatan yang komprehensive, tentu harus melibatkan berbagai pihak terkait. Harus juga menggunakan pendekatan pencegahan agar trend kegiatan destructive fishing ini turun,” ujar Tb.

Sementara saat dihubungi secara terpisah, Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan, Matheus Eko Rudianto juga mengamini bahwa selama ini memang destructive fishing ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Namun demikian Eko juga menjelaskan bahwa berbagai langkah konkrit sudah diambil oleh KKP diantaranya melalui penetapan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 114/KEPMEN-KP/SJ/2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengawasan dan Penanggulangan Kegiatan Penangkapan Ikan yang Merusak Tahun 2019-2023. Selain itu pemberantasan Destructive Fishing ini juga menjadi salah satu concern dalam kerja sama KKP-POLRI yang dituangkan dalam Nota Kesepahaman Nomor 01/Men-KP/KB/II/2020 tentang Sinergitas Pengamanan dan Penegakan Hukum Bidang Kelautan dan Perikanan.

”Langkah-langkah pemberantasan DF (Destructive Fishing) ini tentu mengacu pada rencana aksi nasional yang sudah kita tetapkan,” ujar Eko.

Eko juga menjelaskan bahwa dalam rangka memberantas Destructive Fishing ini, Ditjen PSDKP telah bekerja sama dengan Pemerintah Daerah, Polair dan TNI AL dengan  melakukan kegiatan patroli dan pengawasan secara intensif terhadap kegiatan penangkapan ikan yang merusak.

”Pada tahun 2019, sebanyak 952 kapal perikanan telah diperiksa dan 33 pelaku destructive fishing berhasil ditangkap dari Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Selatan,” jelas Eko.

Lebih lanjut, pada tahun 2020 telah dilaksanakan operasi di empat lokasi yang selama ini memiliki kerawanan yang tinggi yaitu di Kapoposang-Sulawesi Selatan, Flores Timur-NTT, Halmahera Selatan-Maluku Utara dan Konawe-Sulawesi Tenggara. Dari keempat lokasi tersebut sebanyak 24 pelaku destructive fishing berhasil diamankan.

Selain upaya penegakan hukum, Eko juga menerangkan bahwa upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya destructive fishing ini juga sudah dan akan terus dilakukan oleh KKP. Hal ini merupakan salah satu ikhtiar agar masyarakat aware pentingnya menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya.

”Kami juga tak henti-hentinya mendorong program edukasi dan pembinaan kepada masyarakat agar ada peningkatan kesadaran dalam memerangi kegiatan penangkapan ikan yang merusak,” pungkas Eko. (wepe)