Penista Agama

Kastara.ID, Jakarta – Satu fakta baru terkuak dalam kasus penistaan agama dan ujaran kebencian yang dilakukan pendeta Saifuddin Ibrahim. Diketahui, Saifuddin telah kabur meninggalkan Indonesia sejak Maret 2022 lalu.

Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Gatot Repli Handoko mengatakan Saifuddin pergi usai mengunggah satu konten YouTube yang akhirnya menjadi sorotan netizen.

“Dugaan kita (Maret 2022 ke luar negeri). Jadi, sejak dia naikin konten di akunnya terus dapat sorotan netizen, menurut data Imigrasi bulan itu dia berangkat ke Amerika,” kata Gatot kepada wartawan, Sabtu (2/4).

Lanjut Gatot, pendeta Saifuddin pergi ke luar negeri saat penyidik mulai melakukan penyelidikan kasus penistaan agama yang dilakukannya. Begitu juga saat ditetapkan sebagai tersangka, Saifuddin sudah berada di luar negeri.

“Kita duga sudah berangkat saat kita melakukan penyelidikan,” sambungnya.

Meskipun saat ini Saifuddin berada di luar negeri, Gatot memastikan penyidik terus melakukan upaya pencarian dengan berkoordinasi bersama instansi lain guna menangkap tersangka.

“Meski dia sudah berangkat, kita tetap melakukan proses pendalaman termasuk memeriksa saksi-saksi,” tukas Gatot.

Seperti diketahui, pendeta Saifuddin Ibrahim viral usai meminta Kementerian Agama menghapus 300 ayat suci di dalam Alquran. Saifudin menilai 300 ayat dalam kitab suci agama Islam itu menjadi penyebab suburnya paham radikalisme dan terorisme di Indonesia.

Selain itu, ia juga mengatakan bahwa pondok pesantren (ponpes) merupakan lembaga pendidikan untuk mencetak terorisme dan paham radikalisme.

Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri kemudian melakukan penyelidikan dan penyidikan hingga menetapkan Saifuddin sebagai tersangka kasus penistaan agama dan ujaran kebencian.

Saifuddin dijerat Pasal 45 ayat 1 Jo pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda Rp 1 miliar. (ant)