Moeldoko

Kastara.ID, Jakarta – Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko memastikan tugas Komando Operasi Khusus atau Koopssus TNI tidak akan tumpang tindih dengan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri. Moeldoko menegaskan Koopssus akan bertugas menangani terorisme yang mengancam keadulatan negara.

Moeldoko menjelaskan, selama terorisme yang terjadi pada level low-medium intensity maka akan menjadi tugas Densus 88. Ketika terorisme sudah memasuki tahap high intensity dan benar-benar mengancam negara, barulah Koopssus TNI akan diturunkan.

Saat berbicara di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta (1/8), mantan Panglima TNI ini mengakui perlu adanya aturan tentang penanganan terorisme yang mengancam kedaulatan negara  oleh TNI. Moeldoko menyebut selama ini sudah ada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 yang mengatur tentang tugas TNI dalam operasi militer selain perang.

Namun UU 34/2004 tentang TNI tidak secara rinci menjelaskan tugas operasi militer selain perang, termasuk penanganan terorisme. Itulah sebabnya diperlukan peraturan pemerintah (PP) yang menjelaskan tentang aturan tersebut.

Itulah sebabnya Moeldoko menyatakan pihaknya tengan menginisiasi terbitnya PP yang dapat menjelaskan secara lebih rinci terkait UU 34/2004. Diharapkan dengan hadirnya PP tersebut akan lebih jelas mana penanganan terorisme yang menjadi tugas Polri dan mana yang menjadi tugas TNI.

Sementara itu Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri khawatir pembentukan Koopssus TNI bisa menimbulkan persoalan dan mempengaruhi kehidupan politik masyarakat. Itulah sebabnya Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak Komisi I DPR mengkaji ulang pembentukan Koopssus oleh Panglima TNI Hadi Tjahjanto.

Gufron mengkritik bagian penangkalan dan pemulihan yang menjadi atensi Koopsus TNI. Hal tersebut membuat tidak tertutup kemungkinan terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap hak asasi manusia. (rya)