Ikan Nila

Kastara.ID, Kupang – Penerapan teknologi budidaya ikan sistem bioflok yang diinisiasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) selain meningkatkan produksi perikanan nasional juga berperan untuk meningkatkan konsumsi ikan terutama di daerah yang memiliki tingkat stunting yang tinggi seperti di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto menyatakan bahwa salah satu fungsi KKP yakni mendukung misi Presiden untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Salah satu hal yang dapat dilakukan yaitu dengan menurunkan angka stunting nasional terutama di daerah yang prevalensi stuntingnya tinggi seperti di NTT.

“Budidaya ikan sistem bioflok telah terbukti efektif dan efisien dalam penggunaan air dan lahan serta adaptif dalam perubahan iklim, sehingga sangat cocok dengan karakteristik daerah NTT. Apalagi sistem ini juga efisien dalam penggunaan pakan dengan nilai Food Conversion Ratio (FCR) yang lebih rendah dibandingkan dengan budidaya ikan di kolam,” jelas Slamet.

Slamet juga menambahkan bahwa produktivitas yang didapatkan dari sistem bioflok juga jauh lebih tinggi dibandingkan sistem konvensional, sehingga menjadi terobosan untuk peningkatan produksi dan juga pendapatan pembudidaya. “Keunggulan lainnya ialah waktu pemeliharaan yang lebih singkat serta tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi tanpa penggantian air setiap hari,” imbuh Slamet.

“Dengan berkembangnya produksi perikanan melalui budidaya ikan sistem bioflok di NTT diharapkan dapat memicu tingkat konsumsi ikan di masyarakat terutama untuk ibu hamil dan anak–anak, agar menghasilkan generasi bebas stunting di masa yang akan datang,” pungkas Slamet.

Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam kunjungan kerjanya ke Provinsi Nusa Tenggara Timur turut meninjau kelompok pembudidaya penerima paket bantuan budidaya ikan nila sistem bioflok tahun 2019 di Desa Mata Air, Kabupaten Kupang.

Menteri Edhy juga menyampaikan bahwa budidaya ikan air tawar, terutama dengan sistem bioflok memiliki peluang untuk didorong karena memudahkan masyarakat dalam proses budidayanya serta dapat menghasilkan lebih banyak ikan dengan sedikit lahan. “Dengan potensi sumber daya yang luar biasa di NTT, KKP akan terus memberikan dukungan dengan menambahkan bantuan kolam-kolam bioflok di desa lainnya agar perekonomian dapat tumbuh secara merata,” pungkas Edhy.

Sebagai informasi, pada tahun 2019 KKP telah menggelontorkan paket bantuan budidaya ikan sistem bioflok ke Provinsi Nusa Tenggara Timur senilai 1,6 miliar Rupiah. Untuk tahun 2020 KKP kembali mendistribusikan bantuan sebanyak 19 paket bantuan dengan total nilai  bantuan mencapai lebih dari 2,6 miliar Rupiah. (wepe)