Survei

Kastara.ID, Jakarta – Usulan PDIP membentuk Komite Audit Independen Lembaga Survei tentu layak diapresisi berbagai kalangan.

“Saya pribadi sudah lama mengusulkan hal itu mengingat banyaknya lembaga survei yang merilis hasil survei yang berbeda. Padahal interval waktu survei yang dilakukan tidak jauh berbeda. Begitu juga halnya dengan instrumen dan besar sampel yang diteliti,” ungkap Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jakarta, M Jamiluddin Ritonga kepada Kastara.ID, Rabu (3/1) petang.

Menurut pengamat yang biasa disapa Jamil ini, perbedaan hasil yang signifikan tentu membuat keraguan terhadap hasil survei yang dirilis beberapa lembaga survei. Hal itu tentunya berimplikasi juga pada keraguan objektivitas lembaga survei dalam melakukan penelitian.

“Sinyalemen hasil survei disesuaikan dengan keinginan pemesan, juga menguatkan keraguan terhadap hasil survei. Beberapa lembaga survei juga berfungsi sebagai konsultan politik capres atau parpol atau caleg tertentu, sehingga semakin meyakinkan abainya lembaga survei pada prinsip objektivitas,” jelas Jamil.

Selain itu, untuk memastikan hal itu tidak terjadi, maka diperlukan lembaga pengawas independen terhadap semua lembaga survei. Dengan begitu, hasil survei dapat diawasi dari lembaga survei tidak lagi melakukan survei sebagaimana yang diinginkan pemesan.

“Harapannya semua lembaga survei akan profesional dalam melakukan penelitian. Lembaga survei melakukan survei semata berdasarkan prinsif dan kaidah ilmiah yang berlaku universal,” jelas mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini.

Hal itu dapat dilakukan dengan baik bila lembaga pengawas independen yang dibentuk tetap taat asas. Sebab, persoalan di Indonesia pada umumnya sulit taat asas dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

Karena itu, banyak lembaga pengawas dibentuk, namun akhirnya kinerjanya tidak optimal. Hal itu terjadi karena orang-orang yang diberi amanah melaksanakan lembaga tersebut tidak taat asas. “Akhirnya lembaga pengawas kongkalikong dengan lembaga yang diawasi. Akibatnya lembaga yang diawasi dapat leluasa melakukan disfungsional,” imbuh Jamil.

Jadi, lanjutnya, kalau lembaga pengawas independen dibentuk, maka dipastikan orang yang ditugaskan haruslah yang taat asas. Hanya orang-orang seperti ini yang dapat melakukan pengawasan secara efisien dan efektif. Mereka ini juga yang berani memberi sanksi yang sepadan dengan kesalahan yang dilakukan lembaga survei.

“Kalau hal itu tidak bisa dilakukan, maka lembaga pengawas independen yang dibentuk akan mandul. Hal itu hanya akan menambah banyak lembaga pengawas di tanah air tapi kinerjanya rendah,” tandas Jamil. (dwi)