Bakamla

Kastara.ID, Jakarta – Kepala Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI) Laksdya TNI Aan Kurnia mengatakan, pelanggaran tertinggi pada tahun 2020 di laut terjadi dalam bidang Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUUF) diikuti dengan penyelundupan.

“Hal ini terjadi karena adanya penurunan kegiatan patroli akibat pandemi COVID-19.” kata Aan Kurnia saat menyampaikan capaian kinerja Bakamla Tahun 2020 dan dinamika serta konsep pelaksanaan tugas Bakamla RI di tahun 2021 dan isu-isu terkini di perairan Indonesia dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi 1 DPR RI, yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi I Utut Adianto, di Gd. DPR (2/2).

Terkait dari aspek keselamatan laut, Menurut Aan, tingkat kecelakaan di laut masih cukup tinggi, meskipun disebabkan oleh faktor cuaca, kontribusi dari aspek teknis dan human error tidak dapat dikesampingkan.

Aan menjelaskan, Tahun 2020 lalu, Bakamla dalam keterbatasannya, telah mampu menunjukkan kinerja yang maksimal. Dari alokasi anggaran yang diberikan pemerintah, Bakamla dapat menyerap hingga 96,36% dengan sejumlah capaian kegiatan pengamanan wilayah perairan dan yurisdiksi Indonesia.

“Meskipun anggaran tahun ini turun sekitar 7% dari 2020 lalu, Bakamla akan tetap berkomitmen menunjukkan integritasnya dalam melaksanakan tugas, fungsi dan kewenangannya,” jelas Aan.

Ia juga menjelaskan tentang dinamika keamanan di laut pada awal tahun 2021 ini yang menggambarkan potensi ancaman keamanan laut yang akan dihadapi kedepan. Menurutnya, ini membutuhkan sinergi semua pihak yang terkait di lingkungan maritim Indonesia.

Penguatan sistem terkini di bidang kemanan laut juga tak luput dari perhatian. Hal tersebut menjadi salah satu fokus Bakamla RI dalam rencana kegiatan di tahun 2021 sebagai langkah antisipasi terhadap perkembangan teknologi informasi komunikasi dan ilmu pengetahuan yang semakin maju.

Dinamika ancaman dan tantangan keamanan laut yang kian meningkat, membutuhkan penguatan sistem keamanan laut yang semakin baik. Dikombinasikan dengan kemampuan personel yang terus ditingkatkan, diharapkan Bakamla RI dapat menjalankan tugasnya dengan semakin baik dari waktu ke waktu.

Selain itu juga, ia mengungkapkan bahwa ternyata peraturan hukum di perairan Indonesia masih memiliki sejumlah celah yang lebar.

Hal ini, menurut Aan, didasarkan dari fakta empiris yang dihadapi oleh Bakamla saat penangkapan 2 kapal super tanker yang melaksanakan transfer BBM Ilegal di perairan kepulauan, yang melakukan sejumlah pelanggaran ketentuan di laut ternyata dalam penyelidikan awal hanya bisa dijerat oleh sanksi yang relative ringan yaitu penjara 1 tahun dan denda dua ratus juta rupiah.

“Bandingkan dengan nilai muatan yang mencapai 1,8 Trilyun dan risiko pelanggaran, ini seharusnya ada pajak yang harus dikenakan,” paparnya.

Aan menilai, perlu adanya penguatan hukum nasional di laut. “Kami sangat berharap agar RUU Kamla dapat menjadi agenda prioritas dalam prolegnas kembali sehingga Bakamla dapat bekerja lebih efektif dan efisien dalam penegakan hukum di laut,” pungkasnya.

Kabakamla menambahkan tiga konsep pelaksanaan tugasnya ditengah keterbatasan yang dimiliki saat ini yaitu meningkatkan kapasitas dan kapabilitas organisasi, menggelar patroli pada wilayah prioritas dan menerapkan pola kombinasi pengamatan dan pemantauan udara.

Komisi I DPR RI dan Bakamla RI mempunyai pandangan yang sama akan pentingnya percepatan RUU tentang Keamanan Laut yang substansinya antara lain memberikan peran dan kewenangan yang lebih kepada Bakamla RI dari posisi saat ini.

Pertemuan ini juga menghasilkan kesepahaman DPR RI terhadap capaian kinerja Bakamla RI T.A. 2020 dan mendorong Bakamla RI untuk terus berupaya dalam meningkatkan kinerjanya guna mewujugkan komitmen dan integritas Bakamla RI. Termasuk pula di dalamnya untuk mengupayakan laporan keuangan Bakamla RI yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Menanggapi penurunan anggaran tahun 2021, Komisi I DPR RI menyatakan keprihatinannya. Namun Komisi I DPR RI memberikan dukungan kepada Bakamla untuk tetap dapat menyelesaikan program-program prioritas nasional yang telah direncanakan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. (ant)