Jakarta E-Mobility Event

Kastara.ID, Jakarta – Jakarta E-Mobility Event merupakan rangkaian acara antara pemimpin kota dari kota-kota G20 sebagai respons terhadap krisis iklim, yang bertujuan untuk mempelopori dan mempercepat transisi menuju masyarakat yang karbon netral, inklusif, dan tangguh.

DKI Jakarta berkomitmen untuk mengupayakan elektrifikasi seluruh armada angkutan umum di Jakarta. Untuk mendukung komitmen ini, DKI Jakarta didukung oleh ITDP, UK PACT, C40-CFF, TUMI, UNEP, CTCN, ICCT, dan KPBB mengadakan E-Mobility Event yang terdiri dari rangkaian webinar, lokakarya, dan sesi peningkatan kapasitas bagi seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam program ini.

Jakarta E-Mobility Event dimulai dengan webinar yang dapat diakses oleh publik melalui saluran YouTube DKI Jakarta sejak tanggal 1 Maret 2022, dilanjutkan dengan rangkaian webinar dan lokakarya untuk para pemangku kepentingan pada 2 Maret, 9 Maret, dan 16 Maret 2022.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo membuka kegiatan hari kedua. Dalam sambutannya, ia menjelaskan mengenai lanskap transportasi publik di Jakarta saat ini dan kebijakan yang dirilis Pemprov DKI Jakarta untuk mempercepat program elektrifikasi di Jakarta. Syafrin menjelaskan, komitmen Jakarta dalam mencapai emisi nol pada 2050 ditunjukkan melalui Peraturan Gubernur 09/2021 tentang rencana aksi dalam pengembangan karbon rendah (low carbon).

“Oleh karena itu, implementasi transportasi tidak bermotor, MRT, LRT, BRT, kendaraan listrik, dan kewajiban penggunaan biofuel adalah praktik berkelanjutan yang perlu kita dorong dan realisasikan saat ini juga. Saat ini, kami sedang melakukan proses pengadaan bus listrik serta mempersiapkan depot dan infrastruktur pengisian daya, dalam rangka merealisasikan 74 bus listrik Transjakarta di tahun 2022 sebagai awal dari perjalanan kita menuju 100% bus listrik di tahun 2030,“ ujarnya seperti dikutip dari Siaran Pers PPID DKI Jakarta (2/3).

Sesi kedua dari Jakarta E-mobility Event ini diisi oleh sejumlah ahli dari berbagai belahan dunia yang berbagi dan berdiskusi mengenai studi kasus di negara-negara global, best practice, dan kebijakan pendukung terkait implementasi bus listrik, pemilihan teknologi, dan model bisnis.

Pengetahuan dan pembelajaran dari kota-kota dunia tersebut dibagikan kepada pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya.

Direktur Operasional dan Keselamatan Transjakarta, Yoga Adiwinarto, mempresentasikan rencana elektrifikasi Transjakarta dan perkembangan saat ini terkait rencana tersebut.

Ia mengungkapkan, Transjakarta mendukung komitmen kota Jakarta untuk menjadikan transportasi lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan dengan mengelektrifikasi seluruh sistem, dan kami berharap pada 2030, semua bus kami akan terelektrifikasi.

”Kami memulai dengan mengelektrifikasi bus Non-BRT, karena lebih sederhana untuk mengimplementasikannya, di mana depo dapat menjadi tempat untuk mengisi ulang daya baterai, untuk bus koridor, diperlukan tempat pengisian ulang berbasis koridor. Setelah selesai dengan bus Non-BRT dan bus pengumpan low-entry, kami akan mulai mengelektrifikasi Bus Rapid Transit (BRT) atau bus di dalam koridor. Komitmen Transjakarta adalah untuk menyokong rencana Kota Jakarta untuk membuat kota menjadi bebas polusi dan layak huni, sehingga misi udara bersih dapat tercapai. Kami berharap pada 2025 dapat mencapai capaian 50% armada Transjakarta terelektrifikasi,” terangnya.

Pawan Mulukutla, Direktur Program Kendaraan Listrik di World Resource Institute India menjelaskan sistem angkutan publik di kota Kolkata beserta perencanaan operasional dan pengadaan bus listrik di kota tersebut.

Ia memaparkan, program nasional percepatan adopsi kendaraan listrik yang di antaranya mencakup skema subsidi untuk bus listrik (FAME 1 dan FAME 2) secara signifikan membantu proses pengadaan bus listrik.

”Faktor kunci lainnya yang mendukung percepatan penggunaan bus listrik di India adalah adanya visi nasional jangka panjang yang jelas untuk bertransisi dari kendaraan bermotor konvensional dan keinginan kuat dari pemerintah daerah untuk mengimplementasikan bus listrik,” ujarnya.

Dilanjutkan oleh Faela Sufa, Direktur ITDP Asia Tenggara yang berbagi mengenai lanskap dan tren mobilitas berbasis listrik di skala global serta elekrtifikasi angkutan umum di Eropa, Amerika Serikat, dan Asia.

Ia menyatakan, transportasi darat menyumbang lebih dari tiga perempat emisi CO2 dari sektor transportasi di tahun 2020.

”Menggunakan kendaraan listrik saja tidak cukup – satu-satunya jalan menuju target peningkatan suhu maksimal 1.50C adalah dengan mengkombinasikan elektrifikasi kendaraan bermotor dengan strategi kota terpadu (compact city). Indonesia selain perlu mengejar ketertinggalannya dalam mengadopsi kendaraan listrik, juga perlu memprioritaskan peralihan ke transportasi tidak bermotor dan transportasi publik,” tuturnya.

María Fernanda Ortiz, Konsultan Transportasi, Mantan Wakil General Manager Transmilenio (penyedia layanan bus rapid transit/BRT di Bogota, Kolombia, dan Soacha), berbagi mengenai sistem angkutan umum darat di Bogota serta proses perencanaan dan pengadaan bus listrik di Transmilenio.

“Elemen kunci dari program transisi bus Transmilenio di Bogota menjadi bus listrik adalah; kemauan politik untuk meningkatkan sistem transportasi publik menjadi armada yang rendah emisi, pertimbangan biaya, kualitas dan keuntungan sosial; model bisnis yang layak secara finansial; dukungan ekonomi dari sektor-sektor penting seperti jaminan keuangan dan metode pembayaran; distribusi risiko yang memadai antara pihak swasta dan pemerintah; kontrak jangka panjang; diskusi komprehensif antara sektor swasta, entitas keuangan, perusahaan asuransi dan pemangku kepentingan lain; serta kemitraan kunci dengan sektor energi.”

Shanshan Li, Wakil Direktur ITDP China membagi pengalaman-pengalaman (kota-kota) di dunia dalam membentuk kerangka kerja dalam kebijakan iklim dan peraturan yang mendukungnya. Ia juga mempresentasikan analisis lanskap e-mobility di Indonesia terkhususnya dalam sistem transportasi massal.

“Tiongkok sukses dalam mengimplementasikan bus listrik sebagian bersar karena didukung kuat oleh berbagai kebijakan sejak 2009. Beberapa pelajaran dari Tiongkok dalam mempercepat implementasi bus listrik termasuk menyiapkan ekosistem elektrifikasi yang kuat, dan rutin menggelar pertemuan untuk berdiskusi; fokus pada perencanaan infrastruktur pengisian daya ulang dan implementasinya; serta membangun bisnis model yang dapat diterapkan. Uji coba operasional juga sangat penting untuk mempersiapkan implementasi skala besar,” paparnya.

Sutanu Pati, Konsultan Keuangan Proyek ITDP memberikan sekilas pandang tentang kebijakan kendaraan listrik nasional dan Jakarta serta kesenjangan yang terjadi dalam mengelektrifikasi transportasi publik berbasis jalan di kota-kota di Indonesia.

Ia menyebut, tambahan kebijakan fiskal dan non-fiskal masih dibutuhkan untuk mendukung implementasi bus listrik di Jakarta. Dukungan finansial dapat berupa subsidi pembelian bus maupun biaya operasional, pengadaan lahan, suku bunga rendah untuk pinjaman, atau pengecualian dari sejumlah pajak untuk KBL-BB.

”Rekomendasi dukungan non-fiskal mencakup pengesahan peta jalan yang jelas untuk tidak menggunakan kendaraan bermotor konvensional, pemberian masa kontrak yang lebih panjang untuk bus listrik, model bisnis yang memisahkan antara kepemilikan bus dengan operasional bus sebagai contohnya melalui skema sewa bus, batere, sarana pengisian daya, pembentukan tim interdivisi untuk mendukung implementasi bus listrik, serta mengevaluasi kembali skema pengadaan bus listrik,” ungkapnya. (hop)