Kastara.ID, Jakarta – Di Hangzhou, Tiongkok kembali memukau audiens dalam dan luar negeri, tak hanya lewat sesi pembukaan Asian Games Ke-19 yang futuristis, namun juga semangat atlet mengejar keunggulan dan solidaritas rakyat Tiongkok dalam mempersembahkan pesta olahraga bagi seluruh Asia dan dunia. Tiongkok juga berhasil menggelar ajang olahraga berskala besar pertama setelah kebijakan pengendalian Covid-19 berakhir. Lewat Asian Games Ke-19, Tiongkok menunjukkan keterbukaan, inklusi, dan kehangatan.

Sesi pembukaan yang megah dan penyelenggaraan Asian Games yang tertata baik turut membuktikan kepercayaan diri yang baik dari kebudayaan Tiongkok, memperlihatkan kekuatan nasional dan keahlian inovatif unggulan, menurut penilaian para pakar.

Pada hari pertama Asian Games, Tiongkok meraih 13 dari 31 medali emas yang diperebutkan dalam berbagai cabang olahraga, mulai dari olahraga dayung, menembak, pentatlon modern, wushu, dan lain-lain. Tim Tiongkok juga memperoleh medali emas pertama Asian Games Ke-19 Hangzhou dari cabang dayung lightweight double sculls di Fuyang Water Sports Centre pada hari Minggu pagi lalu, kurang dari 10 menit setelah pertandingan pertama dibuka.

Terhitung sejak Asian Games 2002 yang berlangsung di Busan, Korea Selatan, delegasi Tiongkok sukses memenangkan medali emas pertama di enam Asian Games terakhir secara berturut-turut dalam 20 tahun terakhir.

Raja Randhir Singh, Acting President, Olympic Council of Asia (OCA), kepada Global Times, mengaku sangat kagum atas koordinasi yang terjalin antara OCA dan panitia penyelenggara Asian Games Ke-19, khususnya di sesi pembukaan, serta tersedianya teknologi seperti kartu identitas nirkontak (contactless).

Mengomentari sesi pembukaan pada Sabtu malam lalu, Singh menilainya sebagai ajang yang “sangat fenomenal”.

“Banyak inovasi baru dapat ditemui di Asian Games kali ini. Biasanya, kita harus membawa kartu peserta ke mana-mana, lalu melakukan pemindaian dan menunggu prosesnya. Tidak demikian halnya di Hangzhou,” ujarnya.

“Berkat kartu identitas nirkontak di Hangzhou, setiap peserta hanya cukup melalui setiap akses masuk dengan mengenakan kartu tersebut di sekitar leher,” kata Singh.

Sejumlah topik tentang Asian Games juga mendominasi perbincangan di media sosial Tiongkok. Warganet Tiongkok tidak hanya memuji performa para atlet yang luar biasa, namun juga terpukau dengan sesi pembukaan yang futuristis, inovatif, dan fantastis.

Ketika para atlet dari 45 negara dan wilayah memasuki lokasi acara, layar besar yang terdapat di lantai menghadirkan bentuk seperti kipas tradisional, menyambut para atlet dengan suasana khas Jiangnan. Visual dari bunga osmanthus turut menari dengan gembira, dialuni musik tradisional Tiongkok yang menyemangati para atlet. Di sisi lain, audiens di lokasi acara terus bertepuk tangan sebagai bentuk dukungan bagi atlet yang datang dari seluruh penjuru Asia tersebut.

Sebuah presentasi dengan elemen khas Tiongkok juga digelar. Presentasi ini memadukan unsur tradisional Tiongkok yang terdiri atas “qin, catur, kaligrafi, seni lukis, puisi, arak, dan teh” sebagai latar belakang. Sementara, VR, AR, dan lampion dalam citra visual terbang ke udara, melambangkan persatuan seluruh rakyat Asia.

Setelah presentasi menakjubkan yang memadukan gaya nasional Tiongkok, alam, sains dan teknologi, olahraga, serta perkembangan zaman, cauldron dinyalakan oleh perenang dan juara Olimpiade Wang Shun bersama lebih dari 100 juta “pembawa api obor digital”.

Menurut laporan Global Times, arak-arakan virtual yang melibatkan “pembawa api obor digital” digelar bersamaan dengan pawai api obor sebenarnya di dunia nyata. Sebelum sesi pembukaan, jumlah “pembawa api obor digital” Asian Games bahkan melampaui 104 juta.

Beberapa kejutan pasti hadir jika sebuah acara digelar di Tiongkok, menurut penilaian Ebadi Yaghoub, seorang reporter asal Arab Saudi, kepada Global Times, Sabtu lalu. Yaghoub mengaku gembira menyaksikan sesi pembukaan tersebut, terutama ketika “pembawa api obor digital” tampil.

“Tiongkok selalu menampilkan sesuatu yang unik,” kata Yaghoub setelah menyaksikan kombinasi tradisi dan modernitas lewat cara-cara inovatif yang sangat memukau.

Gagasan 100 juta “pembawa api digital” mencerminkan status Asian Games sebagai ajang yang sangat dekat dengan jutaan warga biasa di Asia; Asian Games diikuti jutaan orang biasa yang bekerja sama menciptakan momen yang penuh keajaiban, seperti disampaikan seorang Guru Besar Ilmu Kebudayaan Peking University, Zhang Yiwu, kepada Global Times, Ahad lalu.

“Konsep pertunjukan kembang api digital sangat menarik. Konsep ini menyatukan status Asian Games bagi seluruh pihak dan Asian Games dalam format digital. Konsep ini sangat baik, namun teknologi kami berada di baliknya,” papar seorang warga Hangzhou, Long, kepada Global Times. “Seluruh kemeriahan tersebut berlangsung di Hangzhou, kota asal saya, serta pusat teknologi baru Tiongkok. Saya sangat bangga.”

Tagar “pembukaan Asian Games” menarik 670 juta interaksi di media sosial Sina Weibo di Tiongkok saat artikel ini ditulis. Seorang warganet menulis, Asian Games tak sekadar melambangkan keunggulan, sikap menghormati, dan persahabatan sebagai unsur-unsur utama dalam setiap ajang olahraga, namun juga mencerminkan semangat Asia, khususnya sejalan dengan langkah Asia mewujudkan perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran bersama.

Warganet lain menilai, sesi pembukaan Asian Games Ke-19 memperlihatkan keindahan Hangzhou, seperti statusnya sebagai kota bersejarah dan kota kebudayaan Tiongkok, sekaligus mempersembahkan tradisi keramahtamahan Hangzhou dan Tiongkok, notabene ciri khas peradaban Tiongkok.

Beberapa pengguna X, sebelumnya bernama Twitter, juga memuji pertunjukan api obor dan kembang api digital. Menurutnya, metode ini mampu menghemat dana dan mewujudkan pesta olahraga yang semakin berkelanjutan dari sisi ekonomi. Beberapa pengguna Xi bahkan menganjurkan agar Olimpiade Paris 2024 mengikuti langkah yang sama.

Menurut Zhang, ajang olahraga internasional tidak hanya berperan sebagai panggung bagi atlet yang saling berkompetisi, namun juga menunjukkan kekuatan negara yang menjadi tuan rumah kepada dunia.

Selain kekuatan Tiongkok, Asian Games juga menampilkan keramahtamahan masyarakat Tiongkok kepada para tamu dan dunia, seperti disampaikan Li Haidong, Profesor China Foreign Affairs University, kepada Global Times, Ahad lalu. Menurutnya, perhatian luas pemimpin dan delegasi negara asing tidak sekadar menunjukkan solidaritas antara negara-negara Asia, melainkan juga pengakuan atas peran Tiongkok dalam ajang olahraga dunia dan urusan internasional lain, serta niat negara-negara tersebut untuk berkoordinasi dan bekerja sama dengan Tiongkok dalam memperjuangkan kemajuan umat manusia. (tra)