China

Kastara.ID, Jakarta – Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I Laksdya TNI Yudo Margono memimpin pengendalian operasi siaga tempur berkenaan dengan adanya pelanggaran di wilayah perairan Laut Natuna Utara.

Yudo mengatakan operasi siaga tempur dilaksanakan Koarmada 1 dan Koopsau 1. Melansir dari Puspen TNI, alat utama sistem senjata (Alutsista) yang sudah tergelar yaitu 3 KRI, 1 pesawat intai maritim, dan 1 pesawat Boeing TNI AU. Sedangkan dua KRI masih dalam perjalanan dari Jakarta menuju Natuna.

Yudo menegaskan, operasi tersebut siap digelar untuk melaksanakan pengendalian wilayah laut, khususnya di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Laut Natuna Utara. Lanjutnya, saat ini wilayah Natuna Utara menjadi perhatian bersama, sehingga operasi siaga tempur diarahkan ke Natuna Utara mulai 2020.

Operasi tersebut merupakan salah satu dari 18 operasi yang akan dilaksanakan Kogabwilhan I di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya.

Untuk diketahui, Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla) mengungkapkan, puluhan kapal nelayan Tiongkok masih bebas berlayar di landas kontinen Indonesia di sekitar perairan Natuna, Kepulauan Riau.

Bahkan, Direktur Operasi Laut Bakamla, Laksamana Pertama Nursyawal Embun, menuturkan kapal-kapal penangkap ikan itu juga dikawal kapal penjaga pantai dan kapal perang Tiongkok jenis fregat. Ia mengatakan telah ada upaya mengusir kapal-kapal Tiongkok tersebut dari sekitar zona eksklusif ekonomi (ZEE) Indonesia di Natuna sejak 10 Desember lalu.

Meski begitu, Tiongkok sempat menuruti permintaan untuk menjauh, beberapa hari kemudian terpantau lagi kapal-kapal Tiongkok kembali memasuki dan mengambil ikan di landas kontinen Indonesia di sekitar Natuna.

Dalam kesempatan terpisah, Wakil Ketua Komisi Pertahanan atau Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Abdul Kharis Almasyhari mendesak pemerintah menindak tegas keberadaan kapal-kapal penjaga (coast guard) Tiongkok di perairan Natuna bila mereka memang terbukti melanggar kedaulatan RI. Dia menilai langkah pemerintah Indonesia melayangkan nota protes ke Cina belumlah cukup.

“Kalau terbukti, beri tindakan tegas, terukur, dan jelas. Kita tidak pernah main-main soal kedaulatan NKRI,” tegas Kharis dalam keterangan tertulisnya, kemarin (3/1) malam.

Kapal-kapal coast guard Tiongkok memasuki perairan Natuna, Indonesia, pada Desember lalu. Kapal-kapal itu mengawal puluhan kapal yang diduga mencuri ikan di 3,8 Nautical Miles dari garis Zona Ekonomi Indonesia (ZEE).

Kharis juga meminta pemerintah Tiongkok tak asal klaim kawasan itu sebagai milik mereka. Sebelumnya juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Geng Shuang mengaku mereka memiliki kedaulatan di Kepulauan Nansha, Laut Cina Selatan, yang posisinya berdekatan dengan Natuna.

“Hukum internasional ada ZEE, dan Natuna serta wilayah yang meliputinya sejauh 200 mil laut itu jelas wilayahnya Republik Indonesia,” ujarnya menambahkan.

Permasalahan ini memanas lantaran pemerintah Tiongkok sepihak bersikukuh memiliki kedaulatan di perairan Natuna berdasarkan nine dash line.

Sementara Menkopolhukam Mahfud MD menggelar rapat koordinasi di kantornya membahas hal ini. Sedangkan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan terdapat lima kesimpulan rapat. Pertama, telah terjadi pelanggaran oleh kapal-kapal Cina di wilayah ZEE Indonesia. Wilayah ZEE Indonesia, menurutnya, telah diakui hukum internasional melalui penetapan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982

Bupati Natuna Abdul Hamid Rizal mendukung penuh sikap TNI dan Kementerian Pertahanan menggelar kekuatan lebih besar di wilayah Laut Natuna.

Pernyataan tersebut dikatakannya sebagai respon masuknya kapal nelayan China yang melakukan aktivitas perikanan di ZEE Indonesia Wilayah Laut Natuna Utara.

“Hal itu merupakan bentuk gangguan terhadap kedaulatan Republik Indonesia. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan Natuna memiliki kedudukan hukum yakni UNCLOS 1982,” ujar Abdul Hamid, dalam keterangan tertulisnya. (ant)