Wisata Halal

Oleh: Jaya Suprana

Ada saja pihak yang gusar ketika Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio memaklumatkan program kampanye Wisata Halal di Pulau Bali. Menparekraf dianggap berniat meng-Islamkan Pulau Dewata yang mayoritas penduduknya umat Hindu. Jika Wisata Halal berniat intoleran maka saya pribadi yang kelahiran Denpasar dan penggemar sate babi Bali akan ikut protes Menparekraf.

Promosi
Namun setelah dicermati lebih seksama, sebenarnya tujuan kampanye Wisata
Halal sama sekali bukan promosi agama Islam! Wisata Halal juga tidak berniat mewajibkan seluruh rumah makan di Bali hanya boleh menyediakan makanan halal. Kampanye Wisata Halal sekadar mempromosikan rumah-makan dan hotel yang menyediakan makanan halal bagi umat Islam, tanpa memaksa mereka yang bukan Muslim untuk menjadi Mualaf sebelum menikmati hidangan halal yang disajikan.

Marokko sebagai negara pertama yang melakukan kampanye Wisata Halal jelas bukan ingin mengislamkan mayoritas warganya yang sudah Islam. Promosi Wisata Halal di Marokko bertujuan mengundang para wisatawan Muslim dari luar negeri untuk berbondong-bondong datang ke Marokko demi menikmati hidangan halal khas Marokko.

Sertifikasi
Departemen Pariwisata Republik Rakyat China yang komunis juga gencar promosi Wisata Halal di daratan China. Sementara Taiwan Tourism Information Center memasang iklan satu halaman berwarna di sebuah majalah Indonesia dengan slogan “Welcome To Muslim-Friendly Taiwan!”, dengan sesumbar “From halal-certified hotels to hundreds of delicious halal restaurants, Taiwan is ready to welcome Muslim travellers”, berhias empat gadis cantik berjilbab sedang asyik selfie berlatar belakang pohon-pohon Cherry sedang bersemi.

Di Italia yang mayoritas penduduknya umat Katolik kerap tampak restoran memajang papan promosi makanan kosher untuk masyarakat Yahudi dan makanan halal untuk umat Islam.

Identitas
Pada prinsipnya tujuan sertifikasi halal analog restoran memajang papan promosi Vegetarian Food, sekadar menginformasikan kepada para vegetarianis bahwa resto bersangkutan menyediakan makanan vegetarian. Chinese Restaurant jelas bukan bertujuan men-chinakan masyarakat setempat, namun sekadar sebagai identitas bahwa restoran tersebut menyediakan hidangan China tanpa memaksa konsumen untuk menjadi Chinese. Sama halnya dengan Indian, Japanese, Vietnamese, French, German, Scandinavian, Italian Restaurant, et cetera, sama sekali tidak memiliki niatan bersifat SARA namun hanya mempromosikan jenis hidangan yang mereka sajikan.

(Menarik, jarang ada rumah makan menyebut dirinya sebagai English Restaurant. Mungkin karena tidak ada yang istimewa pada masakan Inggris?).

Insya Allah, segenap pemaparan sejatinya tujuan Wisata Halal dapat bermanfaat bagi para Islamofobiwan agar tidak gusar terhadap kampanye Wisata Halal. (*)

** Penulis adalah penganut falsafah hidup untuk makan bukan sebaliknya.