Rokhmin Dahuri

Kastara.ID, Jakarta – Pengelolaan perikanan khususnya sidat, kakap, dan kerapu di Indonesia memerlukan strategi yang tepat dan terfokus agar sesuai pemanfaatannya bagi nelayan dan kelestarian serta keberlanjutan tentunya. Sehingga, dibutuhkan aturan yang jelas supaya tujuan pengelolaan perikanan tercapai dan sektor perikanan tangkap dapat memberikan kontribusi yang maksimal bagi negara.

Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) adalah dokumen resmi yang memuat status perikanan dan rencana strategis pengelolaan perikanan di bidang penangkapan ikan yang disusun berdasarkan potensi, distribusi, komposisi jenis, tingkat pemanfaatan sumber daya ikan, lingkungan, sosial ekonomi, isu pengelolaan, tujuan pengelolaan perikanan, dan rencana langkah-langkah pengelolaan.

Dokumen resmi tersebut merupakan kesepakatan antara Pemerintah dan para pemangku kepentingan sebagai arah dan pedoman dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya ikan di bidang penangkapan ikan sesuai dengan amanat UU Perikanan pada pasal 7 ayat 1 huruf a dan Pasal 5 Permen KP. No. 29/2012 tentang Pedoman Penyusunan RPP di Bidang Perikanan Tangkap.

Plt. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Muhammad Zaini mengatakan, sejak tahun 2014 hingga saat ini telah di tetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan 11 (sebelas) RPP WPPNRI dan 4 (empat) RPP Jenis Ikan. Adapun penyusunan RPP Sidat merupakan salah satu amanah SDGs, dimana Sidat termasuk dalam kategori katadromus yaitu jenis ikan yang memijah di laut, kemudian bermigrasi ke air tawar sebagai juvenile dan tumbuh berkembang menjadi dewasa sebelum bermigrasi kembali ke laut untuk memijah.

“Permintaan ekspor Sidat yang tinggi, dan kecenderungan global terjadinya penurunan stok Sidat menyebabkan Sidat di perairan Indonesia mengalami gejala overfishing, jika tidak dikelola dengan baik bukan mustahil akan mengalami nasib seperti Sidat di Eropa yang masuk ke dalam list Appendix II CITES. Kondisi yang terjadi pada sidat temperate species mungkin saja dapat terjadi pada sidat (Anguilla spp) yang ada di Indonesia bila tidak dikelola dengan baik,” jelas Zaini dalam sambutannya di Konsultasi Publik Penyusunan RPP Sidat, Kakap, dan Kerapu di Jakarta (3/9).

Sementara perikanan kakap Indonesia berkontribusi dalam memasok sekitar 45% pasokan ikan kakap yang diperdagangkan di dunia pada periode 2006-2013 (FAO dalam Cawthorn, DM & Mariani S 2017). Sedangkan pada perikanan kerapu, pada tahun 2018, Indonesia merupakan negara penghasil ikan kerapu terbesar keempat di dunia (https://www.tridge.com). Berdasarkan UN COMTRADE, ekspor Kakap dan Kerapu Indonesia menempati peringkat ke-6 (nilai) dan peringkat ke-9 (volume). Nilai ekspor hasil perikanan kakap tahun 2018 sebesar 201 miliar rupiah, sedangkan perikanan kerapu sebesar 571 milyar rupiah.

“Selain menjadi penyumbang devisa negara, perikanan kakap dan kerapu juga menjadi penting karena 90% usahanya dilakukan oleh nelayan-nelayan kecil di seluruh Indonesia. Sebagaimana yang telah kita ketahui, bahwa permintaan pasar terhadap kakap kerapu semakin meningkat, khususnya untuk ukuran dibawah layak tangkap (<Lm/length of first mature). Hal ini menyebabkan laju eksploitasi yang semakin meningkat dan berdampak pada penurunan stok sumber daya ikan kakap dan kerapu di alam,” papar Zaini.

Oleh karena itu, dalam rangka mewujudkan pemanfaatan sumber daya ikan sidat, kakap, dan kerapu secara optimal dan berkelanjutan serta melestarikan sumber daya ikan sidat, kakap, dan kerapu di Indonesia, perlu di tetapkan RPP sidat, kakap dan kerapu sebagai pedoman pelaksanaan kebijakan dan program yang terintegrasi oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya perikanan sidat.

Zaini menjelaskan, Rancangan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang RPP Sidat dan RPP Kakap dan Kerapu telah melalui rangkaian tahapan penyusunan RPP sebagaimana di atur dalam Permen KP. No. 29/2012 tentang Pedoman Penyusunan RPP di Bidang Perikanan Tangkap mulai dari Pembentukan Tim, Penyusunan Dokumen Awal, Konsultasi Publik (pada hari ini), hingga nanti sampai pada Penyusunan Dokumen Akhir dan Penetapan RPP oleh MKP. Sedangkan RPP perairan darat diatur dalam Permen KP Nomor 29/2016 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Perikanan di Bidang Penangkapan Ikan untuk Perairan Darat.

Dalam kesempatan yang sama, Prof. Rokhmin Dahuri memberikan masukan dalam pemanfaatan pengelolaan perikanan di Indonesia. Menurutnya ada 3 model pengelolaan perikanan di dunia.

“Ada 3 model pengelolaan perikanan di dunia. Pertama, semua pengelolaan dikontrol oleh pemerintah, buat saya ini imposible terjadi di Indonesia, selain karena luas laut Indonesia yang sangat besar, kebijakan ini juga terlalu post leader. Kedua,  community based manajemen, dimana pengelolaan 100% diserahkan ke masyarakat (pengelolaan berbasis masyarakat). Ketiga, co manajemen perpaduan antara pemerintah, swasta dan masyarakat, menurut saya ini yang paling pas diaplikasikan di Indonesia,” terang Rokhmin.

Dalam paparannya, Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan (PSDI), Trian Yunanda menjelaskan ada 7 strategi pengelolaan perikanan sidat yang akan dituangkan dalam RPP, yaitu sumber daya perikanan sidat, lingkungan sumber daya ikan sidat, teknologi penangkapan sidat, sosial, ekonomi, tata kelola, dan pemangku kepentingan. Sementara, strategi pengelolaan kakap dan kerapu yang akan dituangkan dalam RPP meliputi sumber daya ikan kakap dan kerapu, sosial ekonomi, dan tata kelola kakap dan kerapu.

“RPP merupakan acuan operasionalisasi lembaga pengelola perikanan di WPPNRI. Saat ini ada 11 (sebelas) WPPNRI yang tersebar diseluruh Indonesia. Saya harap RPP sidat, kakap, dan kerapu dapat menjadi kebijakan yang tepat dan optimal pemanfaatannya dari segi sumber daya ikan, sosial ekonomi dan lingkungan, serta memperhatikan kelestarian dan keberlanjutan. Tak lupa juga, nilai bisnis dan ekonomi juga perlu diperhatikan dengan melihat masukan dari pemangku kepentingan,” pungkas Trian. (wepe)