Parliamentary Threshold

Kastara.ID, Jakarta – Wacana reshuffle kabinet Joko Widodo (Jokowi) masih terus mengemuka. “Wacana reshuffle kabinet terus bergulir. Joko Widodo (Jokowi) kapan saja dapat melakukan reshuffle karena hal itu memang hak prerogatif presiden,” ungkap M Jamiluddin Ritonga, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta kepada Kastara.ID, Kamis (4/11) pagi.

Menurutnya, reshuffle kabinet lazimnya dilakukan bila ada kinerja menteri atau wakil menteri yang dinilai buruk atau berulang membuat gaduh atau berhalangan tetap. Bisa juga karena koordinasi antar menteri dinilai sudah tidak dapat ditingkatkan.

“Kalau itu dasarnya, seharusnya kabinet Jokowi perlu di-reshuffle. Sebab, beberapa menteri kinerjanya memang relatif rendah dan beberapa menteri lainnya kerap membuat gaduh,” imbuh pengamat yang kerap disapa Jamil ini.

Selain itu, Jokowi juga paling banyak mengisi pos wakil menteri. Para wakil menteri ini terlihat tidak ada yang menonjol sehingga tidak memberi kontribusi peningkatan kinerja kementerian di mana ia ditugaskan.

“Karena itu, semua wakil menteri sebaiknya ditiadakan. Tugas dan fungsi wakil menteri dapat didistribusikan ke Sekjen dan Dirjen di setiap kementerian sehingga dapat menghemat APBN,” tandas Jamil.

Menteri dan wakil menteri seperti itu, lanjut Jamil, tentu dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap kabinet Jokowi. Kalau terus dibiarkan akan berimbas kepada makin menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap Jokowi.

“Kalau kepercayaan masyarakat turun, tentu dukungan terhadap kabinet Jokowi juga akan turun. Tanpa dukungan masyarakat, kabinet Jokowi dengan sendirinya tentu akan sulit merealisasikan program-program kerjanya. Hal ini tentu akan berimplikasi pada tidak terwujudnya janji-janji politik Jokowi,” papar pengamat yang juga mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta ini.

Jadi, melihat realitas saat ini, Jamil melihat kabinet Jokowi memang selayaknya di-reshuffle. Masalahnya, apakah Jokowi punya nyali me-reshuffle beberapa menteri dan semua wakil menteri?

Keraguan itu karena Jokowi didukung koalisi gemuk. Setiap partai politik pendukung tentu tidak menghendaki menteri dan wakil menterinya di-reshuffle. Mereka akan dengan mudah menarik dukungan yang dapat menggoyahkan kabinet Jokowo. Hal itu tentu tidak dikehendaki Jokowi.

“Bahkan Jokowi tidak akan berani me-reshuffle menteri dari PDIP meskipun kinerjanya di bawah standar. Sebab Jokowi hanya petugas partai,” pungkasnya. (dwi)