Kastara.id, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) minta masyarakat ikut mengawasi dana kampanye pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan anggota legislatif (pileg) yang diperkirakan akan menyedot biaya begitu besar

Peemintaan itu disampaikan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Demokrat Herman Khairon dan anggota Komisi XI dari Fraksi Nasdemz dalam Dialektika Demokrasi ‘Keuangan Politik dalam Pemilu, Bagaimana Menghindari Dana Haram?’ di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (4/10/2018).

Menurut Fahri besaran biaya politik saat ini, tidak banyak diketahui oleh masyarakat. Terutama yang menyangkut sumber dana yang diperoleh oleh kandidat calon saat pemilu, entah itu sumbangan dari pengusaha atau perusahaan.

”Semua harus bisa diaudit agar tidak memicu potensi korupsi di masa mendatang,” kata Fahri.

Fahri menegaskan, bahwa keuangan dan pembiayaan politik itu harus bersih dan jelas dari awal. Hal ini penting agar nantinya pemimpin yang terpilih tidak lakukan politik utang budi terhadap para pihak yang memberikan sumbangan.

Sementara Herman Khaeron menjelaskan bahwa persoalan ini perlu menjadi perhatian bersama dan diperlukan strategi baru terkait kebutuhan anggaran di lapangan. Karena ia menyoroti bahwa ajang pemilu serentak menimbulkan pragmatisme di masyarakat.

“Harus ada strategi baru terkait kebutuhan anggaran di lapangan. Ini jadi efek negatif. Pilkada serentak marak dengan permainan pragmatisme yang tak bisa dihindarkan, baik pilpres dan pileg. Jadi butuh energi cukup untuk bertarung. Suasananya beda. Kalau datang ke kampung, yang dibicarakan capres cawapres. Ini butuh energi tambahan,” ungkap Herman.

Politisi Demokrat ini akan mengawasi hal-hal terkait pembiayaan politik guna mewujudkan pemilu yang bersih dan beretika.

Sedang Johnny G Plate menuturkan bahwa saat ini tidak ada kontrol parpol bagi caleg yang kampanye. Menurutnya, saat ini tidak ada pihak yang tahu secara detail berapa biaya kampanye di Indonesia. Sehingga ketidaktahuan ini yang memicu betapa besar biaya pemilu di Indonesia.

“Yang ada adalah laporan administratif. Harus sesuai prinsip akuntansi. Saya setuju bahwa kita harus mulai dari gagasan besar dulu,” ucap Johnny. Diketahui, pembiayaan politik masih menjadi diskusi umum yang terjadi di masyarakat. Perlu adanya pengawasan yang tegas agar pemilu 2019 berlangsung secara fair dan bersih dari upaya politik uang agar menghasilkan pemimpin berkualitas.(danu)