Kastara.ID, Jakarta – Gunung Karangetang di Pulau Siau, Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara, merupakan salah satu gunung api di Indonesia yang paling sering erupsi. Erupsi terakhirnya terjadi pada tahun 2016 dengan pusat erupsinya saat itu di Kawah Utama (Kawah Selatan) dan ancaman bahaya utamanya berupa guguran lava maupun awan panas guguran ke arah Timur-Tenggara dan Barat Daya.

Pada erupsinya di tahun 2015, dilakukan evakuasi Desa Kola-kola di wilayah Bebali (sebelah Timur-Tenggara Gunung Karangetang). Pasca evakuasi, desa ini terlanda awan panas guguran sehingga kemudian desa ini direlokasi. Setelah dua tahun tidak erupsi, kini Gunung Karangetang kembali menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanik sejak akhir bulan November 2018 dengan pusat aktivitasnya di Kawah Dua (Kawah Utara).

Menurut Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Kasbani, Gunung Karangetang mengalami peningkatan signifikan aktivitas kegempaannya dengan konten frekuensi tinggi (vulkanik dalam maupun dangkal) secara cepat sejak 22-23 November 2018 lalu. “Peningkatan kegempaan ini diikuti oleh penurunan drastis aktivitas kegempaan frekuensi tinggi pada 24 November 2018.” ujar Kasbani.

Penurunan tajam kegempaan frekuensi tinggi, lanjut Kasbani, diikuti oleh terekamnya citra panas (Hot Spot) oleh satelit Modis pada 25 November 2018 pukul 01:10 WITA. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penurunan tajam kegempaan frekuensi tinggi mengindikasikan bahwa magma telah sampai ke permukaan kawah.

“Sejak saat itu, efusi lava yang disertai pertumbuhan kubah lava hingga guguran lava dan awan panas guguran terus berlangsung,” paparnya.

Kegempaan Gunung Karangetang didominasi oleh gempa-gempa dengan konten frekuensi rendah yang berkaitan dengan aliran fluida magmatik dari kedalaman hingga ke permukaan. Dalam dua bulan terakhir kegempaan hembusan maupun guguran terus terekam dengan jumlah yang berfluktuasi antara sekitar 30 hingga 240 gempa per hari. Kegempaan guguran mengalami peningkatan tajam pada 3 Februari 2019. Peningkatan kegempaan guguran tersebut berkontribusi pada penambahan jangkauan guguran lava maupun awan panas guguran.

Berdasarkan pemantauan visual menunjukkan bahwa aktivitas Gunung Karangetang saat ini berpusat di Kawah Dua (Kawah Utara) dan didominasi oleh aktivitas bertipe efusif yaitu berupa aliran dan guguran lava dominan ke arah Barat Laut-Utara. Saat ini guguran lava maupun awan panas guguran teramati keluar dari Kawah Dua mengarah ke Kali Sumpihi (barat) sejauh sekitar 1000 meter, ke Kali Batuare (Baratlaut-Utara) hingga sejauh 1000–2000 meter dan ke kali Malebuhe (Barat Laut-Utara) kira-kira sejauh 2500–2900 meter.

Dijelaskan oleh Kasbani, citra satelit termal Modis secara rutin merekam adanya anomali panas di area Kawah Dua hingga ke lereng arah Barat Laut-Utara dengan daya berkisar 1-100 MW. Citra satelit juga mengindikasikan bahwa aktivitas erupsi efusif Gunung Karangetang saat ini berlangsung secara intensif dan belum menunjukkan indikasi penurunan.

Saat ini, lanjut Kasbani, erupsi yang paling dominan terjadi di Gunung Karangetang bersifat efusif (guguran lava dan awan panas guguran), namun juga berpotensi untuk disertai erupsi eksplosif skala kecil seperti erupsi tipe strombolian (erupsi dengan lontaran batu/lava pijar disertai abu). Saat ini, indikasi untuk terjadinya erupsi eksplosif dengan skala besar belum teramati.

“Data pemantauan menunjukkan bahwa jangkauan guguran lava maupun awan panas guguran berpotensi untuk bertambah terus hingga ke laut karena data kegempaan masih mengindikasikan adanya efusi lava menerus dari Kawah Dua,” katanya.

Berdasarkan analisis data pemantauan dan evaluasi potensi bencananya, maka Status Gunung Karangetang masih tetap berada di Level III (Siaga), namun dilakukan perubahan penambahan zona bahayanya.

Dalam status Level III (Siaga), PVMBG merekomendasikan agar masyarakat dan pengunjung/wisatawan tidak mendekati, tidak melakukan pendakian, dan tidak beraktivitas di dalam zona perkiraan bahaya. Zona tersebut meliputi radius 2.5 km dari puncak Kawah Dua (utara) dan Kawah Utama (selatan) dan area perluasan sektoral dari puncak kearah Barat-Barat laut sejauh 3 km dan ke arah Barat Laut-Utara sejauh 4 km.

Masyarakat di sekitar Gunung Karangetang yang berada di area Barat laut-Utara dari Kawah 2, di antaranya Kampung Niambangeng, Kampung Beba, dan Kampung Batubulan agar dievakuasi ke tempat yang aman dari ancaman guguran lava atau awan panas guguran G. Karangetang yaitu di luar zona perkiraan bahaya tersebut.

Sementara masyarakat yang tinggal di sekitar bantaran sungai-sungai yang berhulu dari puncak Gunung Karangetang agar meningkatkan kesiapsiagaan dari potensi ancaman lahar hujan dan banjir bandang yang dapat mengalir hingga ke laut.

“Masyarakat di sekitar Gununh Karangetang dianjurkan agar senantiasa menyiapkan masker penutup hidung dan mulut untuk mengantisipasi potensi bahaya gangguan saluran pernapasan jika terjadi hujan abu,” pinta Kasbani.

Masyarakat juga diminta tetap tenang, tidak terpancing isu-isu mengenai erupsi yang tidak jelas sumbernya dan selalu mengikuti arahan dari BPBD Kabupaten Sitaro.

Kasbani menambahkan bahwa PVMBG Badan Geologi terus berkoordinasi dengan BNPB, BPBD Provinsi Sulawesi Utara, dan BPBD Kabupaten Sitaro dalam memberikan informasi tentang perkembangan aktivitas Gununh Karangetang. (rya)