Kastara.ID, Jakarta – Di masa pandemi Covid-19 ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) terus melayani masyarakat untuk mengembangkan kapasitas dan potensi diri. Salah satunya dengan tetap menggelar berbagai kegiatan pelatihan secara daring (electronic learning) melalui platform e-Milea dan e-Jaring.

Kepala BRSDM Sjarief Widjaja mengatakan, pelatihan daring ini dilakukan untuk membangkitkan kembali ekonomi masyarakat yang sempat terdampak Covid-19, namun dengan cara yang tetap memperhatikan protokol kesehatan. Menurutnya, dalam situasi seperti ini, teknologi komunikasi dan informasi memegang peran utama, di mana masyarakat mulai beralih dari ekosistem konvensional kepada ekosistem digital.

Sjarief mengingatkan, peralihan ekosistem ini tak dapat dilakukan sertamerta tanpa penyesuaian. Ia berpendapat, di ekosistem konvensional, dalam memberikan pelatihan widyaiswara maupun instruktur dapat menggunakan aksentuasi dan tekanan intonasi maupun mengungkapkan persahabatan dan hubungan baik secara langsung. Hal ini dapat memperkuat penyampaian pesan dan makna kepada audiens. Dengan demikian, melalui cara penyampaian yang luar biasa, materi yang sederhana pun dapat meninggalkan pesan yang kuat bagi audiens.

Sebaliknya, di ekosistem digital, kegiatan pelatihan yang dilakukan terbatas ruang dan waktu. “Kita tidak dapat bertemu langsung dengan audiens dan tidak dapat menatap layar dan terkena radiasi terlalu lama. Oleh karena itu, para pelatih harus memiliki strategi berbeda dalam penyampaian pesan,” tutur Sjarief saat membuka seminar daring (webinar) ‘Tantangan Fungsional Pelatihan di Era Teknologi Digital’, Senin (6/7).

Strategi ini menurut Sjarief mencakup beberapa hal. Pertama, kapasitas pelatih. “Seorang pelatih harus mampu menyampaikan pesan dengan bahasa yang ringan ditambah dengan ilustrasi gambar-gambar, film animasi, dan sebagainya atau menggelar diskusi kelompok. Ini jauh lebih efektif dibandingkan tulisan atau verbal yang panjang,” beber Sjarief di hadapan lebih kurang lebih 600 peserta webinar.

Kedua, penyusunan modul atau kurikulum dan metodologi pelatihan. Selain mengikuti pelatihan yang diberikan pelatih, peserta juga harus diberi waktu untuk berkarya mandiri. Metodologi yang dibangun harus disesuaikan dengan karakteristik ekosistem digital.

Ketiga, sarana dan prasarana. Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP) diminta untuk membuat standarisasi sarana prasarana yang dibutuhkan, baik dari sisi teknologi maupun peralatan untuk mengantisipasi terjadinya kendala teknis. Masing-masing daerah diharapkan memiliki center pelatihan dengan platform teknologi dan level komunikasi yang sama.

Keempat, regulasi. Regulasi ini dibentuk untuk memberikan perlindungan bagi pelatih maupun peserta dengan memberikan aturan yang juga mendorong mereka untuk beprestasi.

“Kita membuat suatu kriteria baru bagaimana menilai keberhasilan seseorang peserta pelatihan maupun pelatih di era digital ini,” imbuh Sjarief.

Kelima, membangun kesadaran masyarakat (public awareness) akan pentingnya pelatihan digital. Agar tidak ada kesan bahwa pelatihan daring tidak bermanfat, KKP mengombinasikan pelatihan daring dengan praktik langsung yang dipimpin oleh pelatih dan diikuti oleh seluruh pesertanya. Melalui pelatihan digital, upaya membangun kesadaran masyarakat juga dapat dilakukan secara luas karena cakupannya meliputi seluruh wilayah Indonesia.

“Saya berharap, dengan mekanisme ini mudah-mudahan kapasitas para pelatih kita menjadi meningkat,” tutup Sjarief.

Sementara Kepala Puslatluh KP Lilly Aprilya Pregiwati menjelaskan, webinar yang diselenggarakan merupakan ajang sosialisasi dan diskusi tentang dua jabatan fungsional, yaitu widyaiswara dan instruktur. Keduanya sama-sama menjalankan peran pelatihan, namun widyaiswara memberikan pelatihan bagi ASN, sementara instruktur bagi masyarakat umum.

Melalui webinar ini, Lilly berharap mereka yang tertarik menjadi widyaiswara maupun instruktur dapat memahami betul strategi yang harus dilakukan dalam melatih audiens. “Saat ini kita membutuhkan tenaga-tenaga muda yang nantinya akan melengkapi balai-balai kami untuk bisa berlari lebih cepat dan lebih bagus dalam rangka melayani kebutuhan masyarakat maupun ASN,” ujarnya.

Kepala Pusat Pembinaan Jabatan Fungsional Pengembangan Kompetensi Pegawai ASN, Lembaga Administrasi Negara (LAN), Muhammad Aswad, juga turut menjadi narasumber dalam webinar tesebut. Aswad mengatakan, di masa pandemi Covid-19, pemerintah harus menerapkan fleksibilitas terkait waktu dan ruang kerja.

Ia menegaskan, pasca-Covid-19, ASN pun harus siap beradaptasi dan melakukan penyesuaian cara kerja. Penyesuaian tersebut di antaranya penerapan efisiensi operasional birokrasi, literasi digital, pola pikir yang semakin cerdas, dan pelayanan publik yang responsif.

Begitu pula dalam penyelenggaraan pelatihan. Menurutnya, pemerintah menghadapi tantangan bagaimana menjadikan pelatihan digital benar-benar optimal.

“Ada peserta pelatihan tidak benar-benar mengikuti pelatihan dengan serius atau motifnya hanya untuk memperoleh sertifikat untuk penilaian angka kredit. Oleh karena itu, penyelenggara diklat diimbau tak sekadar menyelenggarakan pelatihan, tetapi juga memperhatikan betul mutu dari pelatihan yang digelar. Sementara peserta diimbau untuk meluruskan niat dan motif mengikuti pelatihan untuk meningkatkan kapasitas diri,” ajaknya.

Adapun Direktur Bina Instruktur dan Tenaga Pelatihan Kementerian Ketenagakerjaan, Fauziah mengatakan, pemerintah telah juga telah mendesain pelatihan vokasi sebagai solusi rendahnya daya saing angkatan kerja dan pengangguran pada era digitalisasi. Sistem vokasi ini juga sebagai solusi mismatch lapangan pekerjaan di masa recovery ekonomi akibat pandemi.

Agar pelatihan berjalan optimal, selain peralihan metode klasikal ke digital, menurut Fauziah ada beberapa hal lainnya yang perlu diperhatikan. “Pelatihan yang awalnya bersifat individual kita alihkan ke organisasi. Ego sektoral yang awalnya terbagi masing-masing instansi kita alihkan menjadi integrasi antar-instansi. Dan yang motif awalnya karena aturan atau kewajiban kita ubah menjadi kesadaran untuk mengembangkan diri,” terangnya.

Pada penyelenggaraan webinar tersebut juga dilakukan sesi diskusi (sharing session) dengan Fajar Nugroho, Widyaiswara Muda BDA Sukamandi dan Roni Paslah, Instruktur Utama BPPP Banyuwangi. Kedua berbagi mengenai revolusi pelatihan, tantangan perubahan, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, penyesuaian strategi pembelajaran, pengembangan dan pengelolaan kelas virtual, kolaborasi pelatihan, dan sebagainya. (wepe)