Jamiluddin Ritonga

Kastara.ID, Jakarta – Kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Puan Maharani, Effendi Simbolon, dan Masinton Pasaribu, kerap mengkritisi Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) belakangan ini.

Menurut Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga, kritik kader PDIP itu menimbulkan banyak spekulasi. PDIP dinilai sudah tidak sejalan dengan Jokowi. Presiden Jokowi dikesankan lebih mendengarkan Luhut Binsar Panjaitan daripada Ketua Umumnya Megawati Soekarnoputri.

“Spekulasi tersebut tampaknya kurang berdasar, khususnya bila dikaitkan dengan Effendi Simbolon. Sebab, selama ini terutama Effendi Simbolon memang kerap mengkritik Jokowi. Hal itu sudah dilakukannya sejak Jokowi menjadi Presiden pada 2014,” ungkap M Jamiluddin Ritonga kepada Kastara.ID, Jumat (6/8).

Menurutnya, Puan dan Masinton memang melakukan kritik terhadap Pemerintahan Jokowi baru nyaring terdengar belakangan ini. Namun, kritik dua sosok ini terlihat sangat terukur yang diperkirakan tidak akan menggoyahkan apalagi menjatuhkan Pemerintahan Jokowi.

“Kritik Puan, Effendi, dan Masinton terhadap Pemerintahan Jokowi masih dalam rambu-rambu partai pendukung pemerintah. Kritik yang mereka layangkan hanya basa basi untuk mengecoh masyarakat yang seolah-olah pro rakyat,” ungkap mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta ini.

Tiga sosok tersebut, imbuh Jamil, ingin mem-positioning-kan partainya sebagai pembela rakyat, terutama dalam penanganan Covid-19. Positioning ini perlu ditanamkan ke masyarakat untuk kepentingan Pileg dan Pilpres 2024.

“Karena itu, kritik mereka lebih berorientasi untuk kepentingan Puan pada Pilpres 2024dan PDIP. Mereka melakukan hal itu untuk mengerek popularitas dan elektabilitas Puan dan partainya,” jelas Jamil.

PDIP, meskipun elektabilitasnya masih tertinggi, namun trennya terus menurun. Hal ini tampaknya membuat PDIP mulai gelisah.

Puan yang digadang-gadang akan menjadi capres pada Pilpres 2024, elektabilitasnya juga masih sangat rendah. Hal ini juga meresahkan elit partai PDIP.

“Untuk meningkatkan elektabilitas partai dan Puan, mereka ingin mengubah dari partai pendukung pemerintah menjadi partai yang kritis. Namun untuk mengubah itu tampaknya tidak cukup hanya mengkritisi pemerintahan Jokowi setengah hati. Mereka harus mengubah kritik mereka layaknya partai oposisi,” papar penulis buku Tipologi Pesan Persuasif ini.

Pada tahap itulah mereka akan menghadapi dilema. PDIP dan Puan akan menjadi partai dan sosok yang tidak punya identitas.

“Kalau itu terjadi, maka elektabilitas PDIP dan Puan akan semakin terjun payung. Tentu hal itu tidak akan dikehendaki elit PDIP,” pungkas Jamil. (dwi)