Kastara.ID, Jakarta — Pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana yang saat ini kembali ramai diperbincangkan menjadi sebuah keniscayaan. Bukan hanya akan menjadi instrumen penting mendukung agenda pemberantasan korupsi dan kejahatan ekonomi di Indonesia, tetapi juga akan berperan sebagai instrumen yang efektif bagi aparat penegak hukum mengejar dan menyita aset hasil tindak pidana.

“Namun, dari itu semua, kehadiran Undang-Undang Perampasan Aset adalah implementasi nyata menegakkan sila kedua dan kelima Pancasila. Undang-undang ini akan memastikan praktik korupsi yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusian karena mengambil hak rakyat dikembalikan lagi ke rakyat. Undang-undang ini juga akan menegakkan keadilan sosial karena selain dihukum pidana berat, harta pelaku tindak pidana ekonomi seperti korupsi, narkoba, perpajakan, dan tindak pidana di bidang keuangan dikembalikan ke negara yang dipergunakan untuk kepentingan rakyat,” ujar Fahira Idris di sela Sosialisasi Empat Pilar MPR RI (Pancasila, UUD NRI 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI) sekaligus buka puasa bersama warga di Kepulauan Seribu, Jakarta (7/4).

Menurut Fahira, RUU yang sudah mulai dibahas sejak 2012 ini, tetapi mengalami kemandekan, sudah saatnya menjadi prioritas bagi Pemerintah dan DPR untuk segera menyelesaikannya.

Di banyak negara yang sudah memiliki UU Perampasan Aset, pemberantasan korupsi dan tindak pidana ekonomi lainnya berjalan efektif. Seperti yang terjadi di Selandia Baru yang sudah memiliki UU Perampasan Aset sejak 1991. Atau di Australia dan Kanada yang sejak 2022 sudah memiliki UU Perampasan Aset yang sangat ketat sehingga aset yang diperoleh dari kegiatan ilegal di negara tersebut bisa cepat dirampas dan disita negara.

“Regulasi dan perangkat hukum yang ada saat ini di Indonesia, sudah tidak mampu lagi mengungkap kejahatan ekonomi yang semakin canggih dan sophisticated karena dilakukan dalam berbagai bentuk rekayasa keuangan dan hukum. Kehadiran undang-undang ini akan membuat pelaku tindak pidana ekonomi tidak bisa lagi mengelabui aparat penegak hukum atau mempersulit proses penyitaan oleh negara,” pungkas Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta. (dwi)