Atlet DifabelAksi enam atlet difabel Jawa Barat yang menggelar protes dengan berjalan kaki dari Stadion GBLA Bandung hari Senin (6/8) malam bertemu pemerintah melalui Sesmenpora Gatot S Dewa Broto di daerah Ciganea, Purwakarta, Jawa Barat. Dalam pertemuan itu dicapai kesepakatan perjalanan yang semula direncanakan hingga Jakarta dibatalkan. (foto: Raiky)

Kastara.id, Purwakarta – Aksi enam atlet difabel Jawa Barat yang menggelar protes dengan berjalan kaki dari Stadion GBLA Bandung hari Senin (6/8) malam bertemu pemerintah melalui Sesmenpora Gatot S Dewa Broto di daerah Ciganea, Purwakarta, Jawa Barat. Dalam pertemuan itu dicapai kesepakatan perjalanan yang semula direncanakan hingga Jakarta dibatalkan.

Keenam atlet ini adalah Farid Surdin (atlet atletik, tolak peluru, lempar cakram peraih emas Peparnas dan pemecah rekor Asia Tenggara), Ganjar Jatnika (atlet lari peraih emas Asia dan medali emas Peparnas), Asri (atlet lari peraih 3 emas Peparnas), Junaedi (atlet judo peraih emas Peparnas), Elda Fahmi (atlet Judo peraih perunggu Peparnas) dan Sony Satrio (atlet judo peraih perak Peparnas).

Sesmenpora dalam keterangannya menyampaikan hingga pukul 00.30 WIB dini hari telah dicapai kesepakatan terkait masalah yang dihadapi oleh adik-adik para atlet Para Jawa Barat, mereka merasa ada diskriminasi khususnya pada saat tidak hanya menjelang Asian Para Games 2018 tetapi beberapa even lainnya.

Pemerintah memberikan apresiasi kepada para atlet yang telah melakukan perjalanan panjang, ini adalah pesan untuk mendobrak suatu diskriminasi. “Karena masalah itu kami wajib datang diutus oleh Pak Menpora juga pemerintah wajib hadir di mana diperlukan, Alhamdulillah telah disepakati tanpa tekanan dari mana pun dan wajib bagi pemerintah menjalankan apa yang telah disepakati,” ucap Gatot.

Sesuai arahan Menpora bahwa telah disepakati 15 poin penting yang harus diperjuangkan pemerintah. “Terima kasih perjalanan ini berakhir di sini bukan berarti sudah selesai tapi kami masih harus perjuangkan apa yang telah menjadi kesepakatan bersama,” tuturnya.

Diketahui kejadian ini berawal dari adanya kewajiban para atlet paralimpik Jawa Barat peraih medali untuk menyetor kepada NPC Jabar sebesar 25 persen dari penerimaan bonus para atlet. “Iya mereka (NPC Pusat dan NPC Provinsi Jawa Barat) mematok dengan memotong uang saku kami sebesar 10%, dari bonus 25% untuk semua even dan semua peraih medali. Jadi kalau eventnya nasional ya NPC Provinsi/Kota yang nagih, kalau tingkat internasional yang nagih NPC Pusat, NPC Kota, dan NPC Provinsi,” kata Elda Fahmi, peraih medali perunggu Peparnas 2016 Jawa Barat cabang olahraga Judo ini.

Menurut atlet 18 tahun itu, pihak NPC berlaku seperti itu karena berdalih tidak adanya dana yang mencukupi dari pemerintah. “Mereka melakukan diskriminasi, eksploitasi, dan intimidasi ke kita untuk mendapatkan 25% dari bonus dan 10% dari gaji para atlet, rumah saya juga sampai didatangi Ketua NPC Kota Bandung awalnya ngerayu akhirnya mengancam hingga ke orang tua kami,” keluhnya.

“Saat kami menjadi tuan rumah Peparnas 2016 kita hanya diberikan seragam Judo berbahan tipis dan itu pun memotong dari gaji kami sendiri (Rp 1 juta). Sedangkan para tamu menggunakan seragam yang standar internasional tebal, kita malu sebagai tuan rumah,” ungkitnya.

Para atlet ini berharap agar kepengurusan NPC baik pusat dan provinsi segera diperbaiki untuk dapat tetap membina atlet difabilitas dengan baik. “Kami melihat jika NPC masih terus seperti ini tidak ada harapan kami menjadi atlet kembali. Kami berharap undang-undang ditegakkan, biarkan kami saja menjadi korban NPC, tapi jangan teman-teman kami yang senior dan penerus berikutnya menjadi korban lagi,” harap Elda mewakili teman-temannya.

Turut mendampingi Asdep Pengembangan Olahraga Tradisional dan Layanan Khusus Bayu Rahadian, Asdep Pengelolaan Olahraga Rekreasi Teguh Raharjo, Sesdep Pembudayaan Olahraga Samsudin, Pengacara Atlet Diffabel Kamaluddin, dan Ketua Bidang Prestasi NPCI Pusat Waluyo. (lan)