Kastara.ID, Jakarta — Selama dua hari (5-7 September 2023) Jakarta akan menjadi tuan rumah pertemuan penting yaitu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-43 ASEAN. Walau hanya digelar dua hari, tetapi diharapkan event besar ini dijadikan momentum bagi Pemerintah untuk mengambil langkah-langkah tepat dan cepat agar kualitas udara di Jakarta semakin membaik lagi.

Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris mengungkapkan, selama KTT ke-43 ASEAN tentunya Jakarta akan menjadi liputan utama media-media besar di dunia. Terlebih KTT ini juga direncanakan bakal dihadiri pemimpin-pemimpin dunia di luar ASEAN mulai dari Perdana Menteri India, Jepang, China, serta Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol. Bahkan Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Kamala Harris juga direncanakan ke Jakarta menghadiri KTT yang bertema “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth” ini.

“Oleh karena itu, jika selama KTT Asean ini berlangsung dan sesudahnya kualitas udara di Jakarta bisa membaik maka citra Jakarta sebagai salah satu kota global terkemuka dalam menggelar event-event internasional akan semakin mantap. Walau hanya digelar dua hari, semoga gelaran event ini dijadikan momentum untuk memperbaiki kualitas udara di Jakarta secara berkelanjutan,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (5/9).

Menurut Fahira Idris, setelah tidak lagi menjadi ibukota, maka salah satu fokus Jakarta adalah menjadi kota kegiatan wisata dan industri MICE (meeting, incentive, convention, exhibition) terkemuka di dunia. Modal Jakarta sudah cukup baik karena telah memenuhi unsur wajib destinasi MICE yakni memiliki atraksi, aksesibilitas, dan amenitas (fasilitas di luar akomodasi, seperti rumah makan, restoran, toko cinderamata, dan fasilitas umum seperti sarana ibadah, kesehatan, taman, dan lain-lainnya).

“Jakarta memiliki berbagai keunggulan mulai dari venue berkapasitas besar, akses yang mudah, sarana transportasinya modern dan terintegrasi, destinasi wisatanya menarik, venuenya beragam, dan wisata kulinernya bisa diandalkan. Namun, jika memang ingin menjadikan industri MICE sebagai sumber pendorong ekonomi baru di Jakarta, maka persoalan polusi udara harus diselesaikan terlebih dahulu agar Jakarta menjadi tempat yang nyaman untuk menggelar event-event besar,” tukas Fahira Idris.

Fahira Idris berharap, Jakarta bisa meniru Beijing yang sudah berhasil menurunkan kadar polusi hingga 35% atau yang paling drastis di dunia. Walau sempat terjebak, pada solusi jangka pendek karena kebutuhan udara bersih untuk Olimpiade 2008 dengan menangguhkan pembangkit listrik batu bara, relokasi pabrik, dan menghapus kendaraan berbahan bakar bensin, yang hasilnya hanya menjadikan kualitas udara di Beijing membaik selama olimpiade saja.

Namun, pasca 2014, kualitas udara Beijing benar-benar membaik. Ini karena Pemerintah China langsung mengatasi sumber pencemaran udara yaitu alih energi dengan teknologi terkini dari batu bara ke gas dan energi terbarukan lainnya. (dwi)