Kastara.id, Jakarta – Pemerintah RI menyambut baik hasil Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI  yang secara aklamasi telah menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Maritime Labour Convention 2006 (Konvensi Ketenagakerjaan Maritim 2006) yang diajukan oleh Pemerintah menjadi undang-undang.

Pengesahan Konvensi Ketenagakerjaan Maritim 2006 ini mencerminkan komitmen kuat seluruh elemen bangsa untuk memberikan kesejahteraan, jaminan pelindungan dan pemenuhan hak-hak dasar bagi pelaut dan pencari kerja yang akan bekerja di atas kapal serta memajukan industri kapal Indonesia.

“Pengesahan ini juga akan lebih melindungi industri pelayaran nasional untuk dapat bersaing di dunia internasional serta memberikan kontribusi kepada upaya menjadikan Indonesia sebagai poros maritim yang tangguh,“ kata Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri saat membacakan Pendapat Akhir Pemerintah AtasRuu Konvensi Ketenagakerjaan Maritim, 2006 di Gedung DPR, Jakarta pada Kamis (8/9).

Rapat Paripurna DPR RI, ke-6 masa sidang 2016-2017 dipimpin Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan menyetujui pengesahan atas RUU tentang Konvensi Internasional mengenai Ketenagakerjaan Maritim 2006 yang ditandai dengan persetujuan seluruh fraksi DPR dan Anggota Dewan secara aklamasi.

Menaker Hanif menambahkan, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai pandangan yang sama bahwa ratifikasi Konvensi ini harus memberikan nilai tambah kepada pelaut dan pencari kerja yang akan bekerja di atas kapal. Demikian pula dengan industri kapal dan pemilik kapal/operator kapal untuk dapat menghadapi persaingan di industri pelayaran global.

Dengan adanya pengesahan Konvensi Ketenagakerjaan Maritim 2006 ini, diharapkan dapat memajukan industri pelayaran nasional meningkatkan perlindungan bagi pelaut dan awak kapal serta memberi kesempatan kerja yang lebih luas di bidang kemaritiman.

“Kapal Indonesia akan terhindar dari perlakukan yang berbeda yang diakibatkan waktu sandar yang lebih lama untuk dilakukan pemeriksaan secara terinci, sehingga akan terhindar dari pengeluaran biaya yang lebih mahal untuk sandar termasuk denda keterlambatan kapal,” kata Hanif.

Tak hanya itu, kata Hanif, daya saing industri perkapalan Indonesia akan meningkat dalam industri perkapalan dunia serta meningkatkan akses dan koordinasi bidang maritim di antara para stakeholder. Bahkan, Hanif menambahkan, pelaut Indonesia juga akan lebih kompetitif dan lebih terbukanya kesempatan kerja bagi awak kapal Indonesia yang akan berlayar di perairan Internasional.

DIkatakan Hanif, pengesahan konvensi ini sekaligus juga merupakan perwujudan tanggung jawab negara untuk memberikan kesejahteraan dan perlindungan bagi sekitar 570.000 pelaut Indonesia, yang sekitar 378.000 pelaut di antaranya berlayar di kapal asing.

“Indonesia akan mendapat apresiasi dari dunia Internasional, karena memberikan perlindungan yang optimal bagi pelautnya. Serta dapat memberi kesempatan kerja bagi 10.000 lulusan sekolah pelaut setiap tahun sebagai pencari kerja yang akan bekerja di atas kapal,” kata Hanif.

Konvensi Ketenagakerjaan Maritim 2006 memperbaharui 37 Konvensi ILO yang berkaitan dengan tenaga kerja maritim. Sejak berlaku secara efektif pada tanggal 20 Agustus 2013, jumlah Negara yang meratifikasi sebanyak 79 Negara,5 diantaranya adalah Negara di wilayah ASEAN yaitu Philipina, Singapura Malaysia, dan Vietnam.

Dengan disetujuinya Undang-Undang Pengesahan Maritime Labour Convention 2006 oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada hari ini, maka Indonesia akan menjadi negara yang menjalankan sepenuhnya ketentuan konvensi.

Dampak dari ratifikasi konvensi ini memerlukan simplifikasi dan kodifikasi/kompilasi peraturan perundang-undangan nasional yang berkaitan dengan pelaut dan pencari kerja yang akan bekerja di atas kapal agar sejalan dengan substansi konvensi. Namun hal ini merupakan langkah awal untuk menjadikan norma dan standar konvensi menjadi bagian dari sistem hukum nasional.

Sebelumnya dalam pengesahan paripurna DPR, Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf melaporkan bahwa dalam rangka menjalankan tugas pembahasan RUU tentang Pengesahan Konvensi Internasional mengenai Ketenagakerjaan Maritim 2006, Komisi IX telah melakukan RDPU dan Raker.

Dede melaporkan, Rapat Dengar Pendapat Umum dengan pakar tenaga kerja maritim pada 25 Agustus 2016. “RDPU ini dilaksanakan untuk mendapatkan masukan dan pemahaman yang jelas mengenai hal-hal apa saja yang diatur dalam RUU tentang Konvensi Internasional mengenai Ketenagakerjaan Maritim 2006,” kata Dede.

Rapat kerja dengan pemerintah yaitu Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Perhubungan dalam rangka Pembahasan Tingkat I RUU Konvensi Internasional mengenai Ketenagakerjaan Maritim 2006, pada 5 September 2016. (npm)