Catatan: Gantyo Koespradono

HIRUK pikuk proses pencalonan gubernur DKI Jakarta memasuki babak baru setelah tujuh partai mendeklarasikan “Koalisi Kekeluargaan” di Jakarta kemarin (Senin 8 Agustus 2016) guna mengeliminasi hegemoni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Luar biasa! Semoga sukses!

Ketujuh  partai politik  anggota Koalisi Kekeluargaan  itu adalah PDI-P, Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Entah disengaja atau tidak, pembentukan koalisi itu dilakukan setelah bangsa ini memperingati Hari Keluarga Nasional sepekan yang lalu.  Oleh sebab itu jangan heran kalau dalam barisan deklarator kemarin, ada Muhammad Taufik, ketua DPRD DKI Jakarta, yang anggota keluarganya (adik) sedang tertimpa musibah menjadi tahanan KPK lantaran terlibat korupsi.

Sekadar mengingatkan, tema peringatan Hari Keluarga Nasional tahun ini adalah  “Hari Keluarga Nasional Merupakan Momentum Upaya Membangun Karakter Bangsa Mewujudkan Indonesia Sejahtera”,  sedangkan  mottonya, yaitu  “Keluarga Berkarakter Indonesia Jaya”.

Maklumlah, sebab pemimpin lama (Ahok) mungkin dianggap tidak mempunyai karakter dan belum mampu mewujudkan warga Jakarta sejahtera. Mereka berharap dengan pemimpin (gubernur) yang baru, Jakarta semakin memiliki karakter dan berjaya.

Oleh sebab itulah visi Koalisi Kekeluargaan, sebagaimana diungkapkan Eko Patrio, salah seorang ketua PAN, adalah mencari pemimpin baru untuk Jakarta yang paling tidak memiliki sikap arif, bijaksana, beradab, santun, beretika, bersih, dan cerdas. Ahok tentunya dianggap tidak memiliki kriteria itu.

Lantas siapa bakal calon gubernur yang dianggap memenuhi kriteria itu? Ini stok yang sudah ada: Tri Rismaharini,  Sandiaga Uno, Yusril Ihza Mahendra, Syafrie Sjamsuddin, Djarot Saiful Hidayat,  dan Adhyaksa Dault.

Sayang dari keenam stok nama itu, Risma masih seperti belut, licin ditangkap untuk dipindahkan dari Surabaya ke Jakarta. Yang bisa membuat tak berdaya Risma sepertinya hanya Ketua Umum PDIP Megawati. Kita tunggulah, kapan Mega menangkap “sang belut” lewat petuahnya yang selama ini sangat mujarab dan membuat anak buahnya keselek jika menjawab “tidak”.

PDIP sendiri  selaku pemegang saham mayoritas di Koalisi Kekeluargaan tentu berkepentingan suaranya didengar.  Konkretnya, jatah calon gubernur harus ada padanya dan dari koalisi hanya mengajukan satu pasang calon.

Mereka masih berharap Risma sudi ke Jakarta. Kalau Risma tetap membangkang, koalisi ini boleh jadi akan mengerahkan Neno Warisman dan kawan-kawan untuk melakukan gerakan turun ke jalan dan berorasi: “Ibu Risma buruan ke sini dong! Kami merindukanmu. Buktikan bahwa Jakarta tidak lebih kejam dari ibu tiri.”

Aksi itu sah dilakukan sebagai wujud solidaritas perempuan, mumpung PKS sedang melupakan diri bahwa partai ini menganut mazab haram hukumnya punya pemimpin perempuan.

Jika skenario ini berhasil, lalu siapa yang bakal jadi wakilnya Risma? Gampang. Namanya juga koalisi kekeluargaan. Mereka pasti akan kompromi dan menjadikan Sandiaga Uno sebagai calon wakil gubernur.

Lho, bukankah Partai Gerindra sudah menjagokan Sandiaga sebagai calon DKI-1? Buat Gerindra, apalagi Sandiaga, ini mah bukan masalah. Sandiaga sangat permisif dan kompromistis. Ia anak baik, disuruh apa saja mau. Jangankan menuruti perintah sang bos, ia pun menurut begitu saja apa yang disarankan tim suksesnya, seperti memunguti sampah di Bundaran HI, ke kantor naik Metro Mini, atau ke pasar tradisional siapa tahu naik odong-odong.

Bagaimana jika Risma tidak bersedia “permainan politik” orang-orang Jakarta? Gampang! Ada sejumlah tokoh yang mungkin dianggap “kecewa” setelah diganti oleh Pakde Jokowi tidak lagi menjadi menteri.

Mereka adalah Rizal Ramli (sudah digadang-gadang oleh Ahmad Dhani dan “orang kita”); Sudirman Said (membongkar kasus papa minta saham); Anies Baswedan (mengantar anaknya sekolah naik sepeda motor, lho); Ignaitius Jonan (tapi sayang orang yang satu ini sekaum dengan Ahok, ya batal deh).

Semoga Koalisi Kekeluarga bisa bersepakat menghasilkan calon gubernur yang bisa mengimbangi Ahok. Ingat nih kata-kata Ahok: “Bodohlah warga Jakarta yang tetap memilih saya jika ada calon yang lebih baik.”

Ayo, buktikan omongan Ahok. Oh, ya, ada lagi stok cagub, yaitu Bambang DH, kader PDIP yang gemes banget Risma segera ke Jakarta. Dia juga calon pemimpin potensial, lho? Daripada menunggu terlalu lama untuk “nyalon” sebagai gubernur di Jawa Timur, sekalian saja “nyalon” jadi orang nomor satu di Jakarta. Biarlah gubernur Jawa Timur mendatang jadi jatahnya Risma. Setuju?[]