Wakil Ketua Badan Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat (BP MPR) RI

Kastara.ID, Jakarta — Dalam beberapa tahun terakhir ini, Pancasila menjadi perbincangan atau diskursus hangat publik. Di satu sisi diskursus soal Pancasila ini sebenarnya positif karena secara konsepsi selain sebagai living ideology, sila-sila Pancasila juga dapat diartikan sebagai living value, common denominator (pengakuan secara umum), dan pengalaman sejarah bangsa sehingga penting untuk dibicarakan. Namun di sisi lain perbincangan soal Pancasila juga melahirkan berbagai ekses jika diskursus diarahkan kepada siapa atau kelompok mana yang paling pancasilais dibanding kelompok lain.

Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan, sejak merdeka hingga saat ini rakyat Indonesia dalam kesehariannya secara sadar maupun tidak sadar sejatinya sudah mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat. Rakyat tidak lagi bicara Pancasila dalam konsep wacana tetapi sudah dalam tindakan sehari-hari. Bagi Fahira, kadar Pancasila seseorang atau suatu kelompok atau golongan dapat dilihat dari tindakannya sehari-hari.

“Saat dalam keseharian kita menjalankan perintah agama, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, selalu mengedepankan persatuan dibanding perbedaan, menjalankan hak dan kewajiban politik dan berperan serta dalam demokrasi, serta sigap membantu sesama dan saling tolong menolong, maka secara sadar atau tidak sadar kita sudah mengimplementasikan Pancasila. Namun, jika tiap hari kita bicara Pancasila tetapi lupa mengamalkannya dalam kehidupannya sehari-hari, maka kadar Pancasila kita patut dipertanyakan,” tukas Fahira Idris di sela Sosialisasi Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia 1945, NKRI, Bhineka Tunggal Ika, di Jakarta Utara (8/9).

Menurut Fahira, sumber dari Pancasila adalah nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia yang kemudian digali oleh para pendiri bangsa untuk dijadikan dasar negara. Oleh karena itu, sejak dulu, saat ini, dan di masa mendatang Pancasila harus dipandang dan dipahami sebagai simpul pemersatu sehingga tidak boleh menjadi dominasi golongan atau kelompok tertentu. Pancasila adalah ikatan emosional bagi rakyat Indonesia sebagai sebuah bangsa. Karena menjadi ikatan emosional inilah Pancasila sudah ada ada di hati, pikiran, dan tindakan seluruh rakyat.

“Dinamika dan diskursus soal Pancasila pasti terjadi. Untuk itulah negara harus sigap menyediakan sebuah kondisi atau ekosistem untuk menyemai nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan masyarakat dan menjadikan sebagai sebuah ikatan emosional antarmasyarakat. Hadirkan sebanyak mungkin ruang-ruang diskusi yang konstruktif mengenai Pancasila yang direlasikan dengan kehidupan sehari-hari,” pungkas Senator Jakarta ini. (dwi)