Wakil Menteri

Kastara.ID, Jakarta – Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga menyoroti Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta masyarakat aktif mengkritik pemerintah.

“Ajakan presiden itu tentu aneh mengingat Indonesia menganut demokrasi. Di negara demokrasi, kritik itu harusnya mengemuka secara alamiah, bukan diminta. Masyarakat akan aktif menyampaikan kritiknya terhadap kebijakan pemerintah, termasuk atas sikap dan perilaku pejabat negara,” ungkap pria yang kerap disapa Jamil ini.

Jadi, Jamil melihat, kalau presiden meminta masyarakat aktif mengkritik pemerintah, berarti ada yang tidak beres dalan praktik demokrasi di Indonesia. Demokrasi berjalan seolah-olah belum memberi ruang yang besar pada masyarakat untuk menyampaikan kritiknya.

“Padahal ruang untuk itu sangat terbuka sejak anak bangsa sepakat menganut demokrasi. Hanya saja, dalam perjalanannya, ruang menyatakan kritik itu menjadi terbelenggu setelah bermunculan buzzer bayaran di media sosial,” papar penulis buku Perang Bush Memburu Osama ini.

Menurut Jamil, para buzzer bayaran tak sungkan menguliti siapa saja yang mengkritik pemerintah. Hal itu sudah dialami Kwik Kian Gie, Susi Pudjiastuti, dan para pengkritik pemerintah baik di media massa maupun di media sosial. Sampai-sampai Kwik merasa takut untuk mengkritik pemerintah lagi.

“Perilaku buzzer bayaran memang tak lazim di negara demokrasi. Sebab, di negara demokrasi ancaman terhadap pengkritik lazimnya datang dari negara (state). Hal ini juga mengemuka dalam literatur Barat, ilmuwan di sana umumnya hanya percaya ancaman terhadap pengkritik hanya dari negara,” tandasnya.

Bila ada ancaman terhadap pengkritik dari buzzer bayaran (masyarakat), ilmuwan Barat pada umumnya tidak percaya. “Padahal, di Indonesia hal itu terjadi, di mana buzzer (masyarakat) melakukan ancaman terhadap pengkritik. Bahkan orang sekelas Kwik saja sampai ketakutan,” papar pengajar Riset Kehumasan ini.

Karena itu, Jamil berpendapat, kalau presiden ingin masyarakat aktif mengkritik pemerintah, maka para buzzer bayaran yang pertama harus ditertibkan. Sebab, mereka ini yang aktif menguliti siapa saja yang mengkritik pemerintah.

“Masalahnya, apakah Presiden Jokowi mau menertibkan para buzzer bayaran? Kalau tidak, tentu ajakan Presiden Jokowi agar masyarakat aktif mengkritik pemerintah hanya basa basi politik saja,” pungkas mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996-1999 ini. (jie)